Ketegangan Memanas di Laut China Selatan dan Taiwan: China Tingkatkan Patroli Udara dan Laut, Memicu Reaksi Keras dari Negara-Negara Asia Tenggara dan Taiwan
Ketegangan geopolitik di Asia Timur dan Tenggara terus meningkat pada akhir September 2024, dengan China mengintensifkan patroli udara dan laut di kawasan yang disengketakan. Selain memperkuat kehadirannya di Laut China Selatan, China juga mengerahkan puluhan jet tempur dan pesawat nirawak (drone) ke wilayah perbatasan Taiwan, memicu kekhawatiran keamanan yang semakin besar di kawasan ini.
Konflik Laut China Selatan: Patroli China Memicu Ketegangan
China terus melaksanakan patroli intensif di Laut China Selatan, wilayah yang kaya sumber daya alam dan menjadi jalur perdagangan internasional penting. Negara-negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei juga memiliki klaim atas bagian dari Laut China Selatan, yang tumpang tindih dengan klaim China berdasarkan “sembilan garis putus-putus” atau “nine-dash line.” Meskipun Mahkamah Arbitrase Internasional telah menolak klaim tersebut pada 2016, China menolak putusan itu dan melanjutkan ekspansi militer di kawasan ini dengan pembangunan pulau-pulau buatan serta pangkalan militer.
Patroli udara dan laut China memicu reaksi keras dari negara-negara Asia Tenggara, terutama Filipina, yang memperkuat aliansinya dengan Amerika Serikat. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., menegaskan bahwa Filipina tidak akan mundur dari klaim teritorialnya. Vietnam, yang juga memiliki klaim tumpang tindih dengan China, mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran kedaulatan, dan negara itu juga terlibat dalam beberapa bentrokan laut dengan kapal-kapal China di sekitar kepulauan Spratly dan Paracel.
Selain patroli militer, China juga memperkuat kegiatan diplomatik di kawasan ini. Upaya negosiasi Code of Conduct (COC) atau kode etik di Laut China Selatan antara ASEAN dan China masih belum membuahkan hasil yang signifikan, dengan perbedaan kepentingan yang tajam di antara kedua belah pihak.
Ketegangan Meningkat di Taiwan: Kehadiran Jet Tempur dan Drone China
Sementara itu, di Selat Taiwan, ketegangan antara Taiwan dan China juga semakin intens. Pada Kamis, 26 September 2024, Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan bahwa 29 jet tempur dan pesawat nirawak China terdeteksi di sekitar wilayah udara Taiwan. Dalam periode 24 jam, sebanyak 43 pesawat militer dan delapan kapal angkatan laut China terlihat bergerak di sekitar pulau tersebut.
Menurut para ahli militer, aktivitas ini merupakan bagian dari strategi “gangguan zona abu-abu” China, yang bertujuan untuk menguras sumber daya militer Taiwan tanpa menimbulkan konflik langsung. China, yang menganggap Taiwan sebagai provinsi yang harus dikembalikan di bawah kendalinya, terus meningkatkan tekanan militer di wilayah tersebut. Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, telah memperingatkan bahwa Taiwan akan mempertahankan diri dari setiap upaya invasi dan meminta dukungan internasional untuk menghadapi ancaman yang semakin nyata ini.
Respon Internasional dan Risiko Konflik
Tindakan agresif China di Laut China Selatan dan Taiwan mendapat perhatian luas dari Amerika Serikat dan sekutunya. Amerika Serikat, yang mendukung kebebasan navigasi di kawasan tersebut, telah melakukan latihan militer bersama dengan negara-negara Asia Tenggara di Laut China Selatan. Di Taiwan, AS juga meningkatkan dukungan militernya dengan penjualan senjata dan latihan bersama, meski hubungan diplomatik resmi tidak diakui karena kebijakan “Satu China.”
Risiko konflik terbuka semakin meningkat dengan ketegangan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Patroli udara dan laut China serta respons defensif dari Taiwan dan negara-negara ASEAN mengarah pada potensi konflik di dua kawasan yang sangat strategis ini. Upaya diplomatik yang sedang berlangsung, seperti negosiasi COC dan dialog antar-kekuatan besar, diharapkan dapat meredakan ketegangan, meskipun hasilnya masih belum dapat dipastikan.
Referensi:
- VOA Indonesia
- Tempo
- Detik
- Tribun News
AI: ChatGPT, Copilot
Post Comment