Tanggung Jawab Pidana dalam Kejahatan AI
Gambar: dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) telah menciptakan tantangan baru dalam hukum pidana, khususnya dalam hal penentuan tanggung jawab pidana. Sistem AI yang otonom dapat beroperasi secara mandiri tanpa campur tangan manusia, yang menimbulkan pertanyaan: siapa yang harus bertanggung jawab ketika AI melakukan tindakan melawan hukum? Misalnya, dalam kasus AI yang digunakan untuk kejahatan seperti penipuan siber, hacking, atau penyebaran malware, siapa yang seharusnya dihukum? Jawaban atas pertanyaan ini belum jelas secara universal, namun beberapa pendekatan hukum pidana telah dibahas dalam berbagai literatur dan praktik hukum di berbagai yurisdiksi.
Tanggung Jawab Pengguna atau Pembuat Sistem AI
Pendekatan paling umum dalam hukum pidana saat ini adalah menetapkan tanggung jawab pada individu yang menggunakan atau mengendalikan sistem AI. Prinsip hukum pidana tradisional menekankan bahwa seseorang dapat dianggap bertanggung jawab atas tindak pidana jika mereka melakukan atau setidaknya mengarahkan tindakan tersebut. Dalam konteks AI, jika seseorang menggunakan AI untuk melakukan kejahatan seperti pencurian data atau penipuan keuangan, orang tersebut bertanggung jawab, sama seperti jika mereka menggunakan alat konvensional untuk melakukan kejahatan yang sama (Nersessian & Mancha, 2020) (Khisamova & Begishev, 2019).
Namun, muncul masalah yang lebih kompleks ketika sistem AI bertindak secara otonom tanpa arahan langsung. Misalnya, dalam kasus AI yang dirancang untuk belajar dan membuat keputusan sendiri, tanggung jawab pengguna atau pembuat sistem menjadi kabur. AI dengan kemampuan pembelajaran mesin (machine learning) dapat membuat keputusan yang tidak diprediksi oleh pembuat atau pengguna. Dalam situasi ini, apakah adil menempatkan tanggung jawab sepenuhnya pada pengguna, jika AI bertindak di luar kendali atau ekspektasi mereka? Asas kesengajaan (mens rea) dalam hukum pidana mensyaratkan adanya niat atau pengetahuan pelaku, namun AI yang bertindak mandiri bisa menciptakan situasi di mana elemen kesengajaan ini sulit dibuktikan (Ellamey & Elwakad, 2023).
Tanggung Jawab Korporasi
Pendekatan lain dalam menilai tanggung jawab pidana AI adalah dengan melihat kepada korporasi yang mengembangkan atau menggunakan AI. Dalam banyak sistem hukum, korporasi dapat dimintai tanggung jawab pidana atas tindakan karyawan mereka, terutama jika tindak pidana tersebut dilakukan dalam lingkup tugas atau untuk kepentingan perusahaan (vicarious liability). Dalam konteks AI, perusahaan yang mengembangkan AI yang berpotensi berbahaya atau digunakan untuk aktivitas ilegal dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan (McDonald, 2023) (Lolaeva & Sakaeva, 2021).
Tanggung jawab pidana korporasi juga dapat diperluas jika perusahaan gagal dalam menerapkan prosedur pengawasan yang memadai terhadap AI yang mereka ciptakan atau operasikan. Misalnya, perusahaan teknologi yang mengembangkan sistem AI untuk pengenalan wajah mungkin bertanggung jawab jika sistem tersebut digunakan secara tidak sah oleh pelanggan atau pihak ketiga untuk pengawasan massal atau diskriminasi, meskipun perusahaan tersebut tidak secara langsung terlibat dalam tindakan melanggar hukum (Kharitonova et al., 2022).
Tantangan dalam Hukum Pidana dan Regulasi AI
Tantangan terbesar dalam menetapkan tanggung jawab pidana dalam kejahatan yang melibatkan AI adalah kesenjangan antara kemajuan teknologi dan regulasi hukum. Hukum pidana tradisional dirancang dengan asumsi bahwa tindakan pidana dilakukan oleh manusia yang memiliki kehendak bebas dan niat jahat (mens rea). Namun, AI otonom tidak memiliki kehendak atau niat, sehingga penerapan konsep-konsep hukum pidana tradisional menjadi tidak memadai (Nersessian & Mancha, 2020).
Salah satu solusi yang diusulkan adalah pengembangan kerangka hukum baru yang mengatur AI sebagai entitas hukum tersendiri. Di masa depan, sistem AI yang sangat otonom mungkin dianggap sebagai entitas yang dapat dimintai tanggung jawab hukum, mirip dengan cara perusahaan diakui sebagai entitas hukum yang dapat dipidana. Model ini telah mulai dibahas di beberapa forum internasional, namun masih dalam tahap awal (Ellamey & Elwakad, 2023).
Peran Etika dalam Penentuan Tanggung Jawab
Di luar aspek hukum murni, aspek etika teknologi juga perlu dipertimbangkan. Kecerdasan buatan dapat menghasilkan keputusan yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk diurai siapa yang sebenarnya bertanggung jawab secara moral dan hukum. Beberapa ahli berpendapat bahwa pengembang AI harus mematuhi kode etik yang ketat terkait penggunaan teknologi tersebut. Misalnya, AI yang digunakan untuk keputusan-keputusan penting seperti prediksi kejahatan atau keputusan peradilan harus dirancang dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi (Gillespie, 2022) (Nersessian & Mancha, 2020).
Kode etik yang kuat, bila diintegrasikan dengan regulasi hukum yang memadai, dapat membantu mencegah penyalahgunaan teknologi AI. Etika AI, seperti yang diusulkan oleh UNESCO dan organisasi internasional lainnya, menekankan pentingnya menjaga transparansi, non-diskriminasi, dan akuntabilitas dalam pengembangan dan penerapan AI (Kharitonova et al., 2022).
Tantangan penentuan tanggung jawab pidana dalam kejahatan yang melibatkan AI menuntut reformasi hukum yang mendalam. Pendekatan saat ini, yang mengandalkan tanggung jawab pengguna atau korporasi, masih menghadapi berbagai kesulitan terutama dalam kasus AI otonom yang tidak terprediksi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan regulasi baru dan kode etik yang lebih kuat untuk menangani tantangan ini. Di masa depan, hukum pidana harus mampu menyesuaikan diri dengan cepatnya perkembangan teknologi AI, untuk menjamin keadilan, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Referensi:
Ellamey, Y., & Elwakad, A. (2023). The criminal responsibility of artificial intelligence systems: A prospective analytical study. Corporate Law and Governance Review. https://doi.org/10.22495/clgrv5i1p8.
Gillespie, T. (2022). Building trust and responsibility into autonomous human-machine teams. , 10. https://doi.org/10.3389/fphy.2022.942245.
Kharitonova, Y., Savina, V., & Pagnini, F. (2022). CIVIL LIABILITY IN THE DEVELOPMENT AND APPLICATION OF ARTIFICIAL INTELLIGENCE AND ROBOTIC SYSTEMS: BASIC APPROACHES. Вестник Пермского университета. Юридические науки. https://doi.org/10.17072/1995-4190-2022-58-683-708.
Khisamova, Z., & Begishev, I. (2019). Criminal Liability and Artificial Intelligence: Theoretical and Applied Aspects. Russian Journal of Criminology. https://doi.org/10.17150/2500-4255.2019.13(4).564-574.
Lolaeva, A., & Sakaeva, K. (2021). Artificial intelligence: legal and ethical aspects. Юридические исследования. https://doi.org/10.25136/2409-7136.2021.8.36306.
McDonald, L. (2023). AI Systems and Liability: An Assessment of the Applicability of Strict Liability & A Case for Limited Legal Personhood for AI. St Andrews Law Journal. https://doi.org/10.15664/stalj.v3i1.2645.
Nersessian, D., & Mancha, R. (2020). From Automation to Autonomy: Legal and Ethical Responsibility Gaps in Artificial Intelligence Innovation. Michigan Technology Law Review. https://doi.org/10.36645/MTLR.27.1.FROM.
AI: ChatGPT, Consensus
Post Comment