Kejatuhan Rezim Bashar al-Assad di Suriah

Kejatuhan Rezim Bashar al-Assad di Suriah

Damaskus, Suriah – Pada hari Minggu, 8 Desember 2024, rezim Bashar al-Assad yang telah berkuasa selama 24 tahun di Suriah secara resmi jatuh. Kejatuhan ini ditandai dengan pengambilalihan Damaskus oleh pasukan oposisi, khususnya kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang mengumumkan kota telah “dibebaskan” dari kekuasaan Assad.

Pasukan pemberontak berhasil merebut kontrol atas ibu kota setelah serangan yang signifikan, yang membawa akhir bagi kekuasaan keluarga Assad yang telah berlangsung selama lebih dari lima dekade. Pada dini hari, HTS mengumumkan bahwa mereka telah membebaskan tahanan dari Penjara Sednaya, yang dikenal sebagai salah satu fasilitas penahanan terbesar dan paling menakutkan di Suriah.

Bashar al-Assad dilaporkan telah meninggalkan Suriah menuju Moskow, Rusia, sebagai bagian dari negosiasi damai dengan kelompok oposisi yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri Rusia. Rusia, yang telah lama menjadi sekutu strategis Assad, mengkonfirmasi bahwa ia telah menyerahkan kekuasaan secara damai.

Para pemimpin oposisi, termasuk Abu Mohammed al-Golani dari HTS, menyatakan dalam pidatonya di Masjid Umayyah bahwa kejatuhan Assad adalah “kemenangan besar bagi Suriah” dan menyerukan persatuan antara kelompok-kelompok etnis dan agama di negara ini.

Perayaan yang berlangsung di seluruh Damaskus dan kota-kota besar lainnya menunjukkan euforia rakyat Suriah atas pergantian kekuasaan ini. Warga berkumpul di alun-alun utama, melambaikan bendera oposisi, dan meneriakkan yel-yel kebebasan. Ribuan diaspora Suriah di Eropa juga merayakan kejatuhan rezim dengan penuh suka cita di kota-kota seperti Berlin, London, dan Paris.

Dengan jatuhnya rezim Assad, Suriah berada di ambang perubahan besar, dengan harapan untuk memulai proses pembangunan kembali dan pemulihan setelah perang saudara yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Namun, tantangan masih menanti, termasuk bagaimana menangani pemulihan ekonomi, keamanan, dan pemulihan hak-hak warga yang telah lama dilanggar.

Saat ini Suriah dipimpin oleh Abu Mohammed al-Julani, berikut ini adalah rangkuman biografinya:

Abu Mohammed al-Julani dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS)

Nama Asli: Ahmed Hussein al-Shar’a

Lahir: 1982 di Riyadh, Arab Saudi, dari keluarga Suriah yang mengungsi akibat okupasi Israel di Dataran Tinggi Golan. Keluarganya kembali ke Suriah pada akhir 1980-an, menetap di Damaskus.

Pendidikan dan Radikalisasi: Julani tumbuh di lingkungan elit Damaskus, Mazzeh, di mana ayahnya bekerja sebagai insinyur minyak untuk pemerintah Hafez al-Assad, dan ibunya adalah seorang guru. Radikalisasi Julani dimulai pada masa Intifada Kedua (2000), mendorongnya untuk terlibat dalam ceramah-ceramah rahasia tentang jihad dan perlawanan.

Karier Militer dan Jihad: Pada 2003, setelah invasi Amerika Serikat ke Irak, Julani bergabung dengan Al-Qaeda di Irak. Ia menunjukkan bakat di bidang strategi militer dan cepat mendapatkan pengakuan. Julani ditangkap oleh pasukan Amerika Serikat pada 2006 dan ditahan selama lima tahun. Setelah dibebaskan, ia kembali ke Suriah dengan perintah dari Abu Bakr al-Baghdadi untuk mendirikan cabang Al-Qaeda di sana, yang kemudian dikenal sebagai Front al-Nusra.

Pendirian dan Kepemimpinan Front al-Nusra: Julani menjadi amir dari Front al-Nusra, memperkuat pengaruhnya di wilayah yang dikuasai oposisi, terutama Idlib, sejak 2011. Pada 2013, ia menolak penggabungan dengan ISIS yang diusulkan oleh al-Baghdadi, memilih untuk tetap setia pada Al-Qaeda.

Perubahan Identitas dan Kepemimpinan HTS: Pada Juli 2016, Julani memutuskan hubungan formal dengan Al-Qaeda, mengubah nama kelompoknya menjadi Jabhat Fateh al-Sham. Pada Januari 2017, ia mengumumkan pembentukan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) melalui penggabungan beberapa kelompok oposisi. Tujuan utama HTS adalah menggulingkan rezim Assad dan mendirikan pemerintahan berdasarkan interpretasi mereka tentang hukum Islam.

Peran dalam Konflik Suriah: Julani telah menjadi tokoh utama dalam perang saudara Suriah, menunjukkan kemampuan strategis dalam mengonsolidasikan berbagai kelompok bersenjata di Idlib. Pada Desember 2024, HTS di bawah kepemimpinan Julani berhasil merebut Damaskus dan menggulingkan Assad, menandai titik balik dalam konflik Suriah.

Pandangan dan Keputusan Terkini: Julani telah berusaha mengubah citra HTS dari grup ekstremis ke kelompok fokus nasional, menyatakan bahwa kelompok ini tidak lagi berafiliasi dengan Al-Qaeda dan berusaha melindungi minoritas agama. Namun, HTS tetap dianggap sebagai organisasi teroris oleh banyak negara, termasuk Amerika Serikat, yang menawarkan hadiah 10 juta dolar untuk informasi mengenai lokasinya.

Julani dikenal dengan nama perang “Abu Mohammed al-Julani,” yang mengacu pada asal usul keluarganya dari Dataran Tinggi Golan. Meskipun ia telah mengambil langkah-langkah untuk menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih moderat, kritik terhadap metode pemerintahannya, termasuk pelanggaran hak asasi manusia, tetap ada.

Sumber: Kompas, Republika, Suara, Detik, Tempo

AI: Grok

Post Comment