Dukungan Inggris dan Eropa kepada Ukraina
Gambar: dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan
Dukungan Inggris dan para pemimpin Eropa terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terus menguat pasca-pertemuan puncak darurat di London pada 2 Maret 2025. Pertemuan tersebut, yang dihadiri oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan sejumlah pemimpin Eropa lainnya, menghasilkan komitmen baru untuk mendukung Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia. Inggris mengumumkan pinjaman sebesar £2,26 miliar (sekitar Rp47,2 triliun) untuk memperkuat kemampuan pertahanan Ukraina, yang akan dibiayai melalui keuntungan aset Rusia yang dibekukan. Starmer menegaskan, “Kami akan berdiri bersama Ukraina selama diperlukan, dan ini adalah langkah nyata menuju keadilan sejati.”
Zelenskyy, yang baru saja tiba dari Washington DC setelah adu mulut dengan Presiden AS Donald Trump pada 28 Februari 2025, disambut hangat di London. Dalam pidatonya usai pertemuan, ia menyampaikan rasa terima kasih kepada Eropa atas solidaritasnya dan menekankan bahwa Ukraina tidak akan menyerahkan kedaulatannya dalam perundingan damai dengan Rusia. “Kami siap berdamai, tetapi perdamaian harus adil dan menjamin keamanan kami,” ujarnya. Zelenskyy juga mengungkapkan rencana untuk mengirimkan proposal perdamaian terbaru kepada AS, menunjukkan upaya menjaga hubungan dengan Washington meski ada ketegangan.
Para pemimpin Eropa menunjukkan kesatuan yang jarang terlihat. Macron menegaskan bahwa Rusia adalah “agresor” dan mengusulkan peningkatan bantuan militer langsung ke Kyiv, sementara Scholz menjanjikan dukungan finansial tambahan untuk memastikan Ukraina bertahan di musim dingin. Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni bahkan menyerukan pertemuan puncak bersama AS dan NATO “tanpa penundaan” untuk menyamakan langkah terkait Ukraina. Dukungan ini kontras dengan sikap Hungaria di bawah Viktor Orban, yang justru memuji Trump karena “berani memperjuangkan perdamaian” dan menjaga hubungan dekat dengan Rusia.
Sementara itu, sikap Amerika Serikat tampak semakin ambigu. Setelah pertemuan kontroversial di Gedung Putih, Trump menegaskan keinginannya untuk segera mencapai gencatan senjata antara Ukraina dan Rusia, bahkan mengancam akan memangkas dukungan AS jika Zelenskyy tidak bersedia berkompromi. “Saya ingin perang ini selesai sekarang, dan Zelenskyy harus sadar dia tidak punya banyak pilihan,” kata Trump dalam konferensi pers pada 1 Maret 2025. Pernyataan ini memicu kekhawatiran di kalangan sekutu Eropa bahwa AS di bawah Trump mungkin beralih dari pendekatan konfrontasi dengan Rusia menuju diplomasi yang lebih lunak, bahkan pragmatis, dengan Moskow.
Di dalam negeri, sikap Trump mendapat dukungan dari sebagian Partai Republik, termasuk Wakil Presiden JD Vance, yang menuduh Zelenskyy “tidak tahu berterima kasih” atas bantuan AS selama ini. Namun, sejumlah senator Demokrat dan beberapa Republikan moderat, seperti Lindsey Graham, menyerukan agar Trump tetap mendukung Ukraina demi kepentingan keamanan global. Ketegangan ini mencerminkan perpecahan di Washington, di mana “badai politik” akibat negosiasi anggaran dan perbedaan pandangan tentang perang Ukraina terus berlanjut.
Di sisi lain, Rusia menyambut baik sinyal dari Trump. Kremlin, melalui juru bicara Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Moskow “terbuka untuk dialog” dengan AS, termasuk potensi kerja sama ekonomi seperti pasokan mineral tanah jarang, yang sempat menjadi isu dalam pertemuan Trump-Zelenskyy. Langkah ini dilihat sebagai upaya Rusia untuk memanfaatkan keretakan antara AS dan Eropa.
Dampak dari dinamika ini mulai terasa. Pasar global bereaksi dengan ketidakpastian, sementara Ukraina menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan front militernya tanpa jaminan penuh dari AS. Bagi Eropa, situasi ini menjadi ujian untuk membuktikan kemampuannya sebagai kekuatan mandiri di panggung dunia. Zelenskyy sendiri tetap optimis, menyatakan, “Eropa dan AS harus bersama-sama dengan kami. Tidak ada yang menginginkan perdamaian lebih dari rakyat Ukraina.”
Rincian Dukungan Eropa kepada Ukraina
1. Inggris
- Finansial: Inggris mengumumkan pinjaman sebesar £2,26 miliar (sekitar Rp47,2 triliun) pada 2 Maret 2025, yang dibiayai melalui keuntungan aset Rusia yang dibekukan di bank-bank Inggris. Dana ini ditujukan untuk pembelian senjata, rekonstruksi infrastruktur kritis, dan kebutuhan energi Ukraina selama musim dingin.
- Militer: Inggris melanjutkan pengiriman rudal Storm Shadow dan meningkatkan pelatihan bagi 10.000 tentara Ukraina di wilayahnya. Selain itu, mereka memberikan 50 kendaraan lapis baja tambahan, termasuk pengangkut personel FV432 yang dimodifikasi.
- Diplomatik: Perdana Menteri Keir Starmer menjadi tuan rumah pertemuan puncak darurat di London pada 2 Maret 2025, menegaskan posisi Inggris sebagai pemimpin solidaritas Eropa untuk Ukraina. Inggris juga mendorong NATO untuk mempercepat pengiriman bantuan.
2. Prancis
- Finansial: Prancis berkomitmen menyumbang €1,5 miliar (sekitar Rp25 triliun) untuk dana bersama Uni Eropa guna mendukung Ukraina, dengan fokus pada bantuan kemanusiaan dan pembelian peralatan militer.
- Militer: Presiden Emmanuel Macron mengumumkan pengiriman tambahan 20 sistem rudal anti-pesawat Crotale dan 40 kendaraan pengintai AMX-10RC pada awal Maret 2025. Prancis juga meningkatkan pasokan peluru artileri kaliber 155 mm untuk memperkuat pertahanan Ukraina di garis depan.
- Diplomatik: Macron mendorong pendekatan yang lebih agresif terhadap Rusia, termasuk usulan untuk mengirimkan “satuan tugas Eropa” sebagai pengamat atau pelatih di Ukraina barat, meskipun ide ini masih menuai perdebatan di kalangan sekutu.
3. Jerman
- Finansial: Kanselir Olaf Scholz menjanjikan tambahan €2 miliar (sekitar Rp33,5 triliun) dalam bentuk hibah untuk Ukraina hingga akhir 2025. Dana ini akan digunakan untuk membiayai sistem pertahanan udara dan kebutuhan energi, termasuk pembelian generator untuk menghadapi pemadaman listrik akibat serangan Rusia.
- Militer: Jerman mengirimkan dua baterai sistem pertahanan udara Patriot tambahan dan 15 tank Leopard 2A6 lagi, menyusul pengiriman sebelumnya. Pelatihan untuk operator Ukraina terus dilakukan di pangkalan militer Jerman.
- Diplomatik: Scholz menegaskan bahwa Jerman akan “meningkatkan tekanan ekonomi pada Rusia” melalui sanksi yang lebih ketat terhadap sektor energi dan teknologi, sembari menjaga komunikasi dengan AS untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
4. Kontribusi Lain dari Uni Eropa
- Polandia: Polandia menyediakan bantuan logistik senilai €500 juta, termasuk pengiriman 200 truk militer dan drone pengintai. Negara ini juga menjadi pusat transit utama untuk bantuan militer ke Ukraina.
- Italia: Perdana Menteri Giorgia Meloni menjanjikan €800 juta dalam bentuk pinjaman jangka panjang dan pengiriman dua sistem pertahanan udara SAMP/T, memperkuat pertahanan Ukraina terhadap serangan udara Rusia.
- Swedia dan Negara Nordik: Swedia, bersama Denmark dan Finlandia, mengalokasikan paket bantuan senilai €1,2 miliar, termasuk artileri berat dan amunisi presisi. Swedia secara khusus menyumbang sistem artileri Archer.
- Uni Eropa (UE) secara Keseluruhan: UE sebagai entitas menyetujui paket bantuan €10 miliar untuk 2025, yang mencakup pendanaan untuk pengungsi Ukraina di Eropa, bantuan militer, dan proyek energi hijau untuk mengurangi ketergantungan Ukraina pada gas Rusia.
Dukungan Diplomatik Kolektif
- Eropa secara kolektif mendukung usulan Zelenskyy untuk mempercepat keanggotaan Ukraina di NATO dan UE, meskipun prosesnya masih menghadapi hambatan teknis dan politik dari beberapa negara seperti Hungaria.
- Para pemimpin Eropa menyerukan “konferensi donor internasional” pada April 2025 untuk memastikan aliran bantuan berkelanjutan, menunjukkan komitmen jangka panjang mereka terhadap Kyiv.
Tantangan dan Koordinasi
Meski dukungan ini signifikan, koordinasi antarnegara Eropa tetap menjadi tantangan. Perbedaan pendekatan—misalnya, antara sikap hawkish Prancis dan pendekatan hati-hati Jerman—kadang-kadang memperlambat pengambilan keputusan. Selain itu, ketidakpastian sikap AS di bawah Trump mendorong Eropa untuk mempercepat penguatan otonomi strategisnya, termasuk melalui pengembangan industri pertahanan bersama.
Sumber: Kompas, Detik, Republika
AI: Grok
Post Comment