Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditahan atas Perintah ICC

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditahan atas Perintah ICC

Gambar: dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan

Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditahan oleh kepolisian Filipina pada Selasa, 11 Maret 2025, sesaat setelah tiba di Bandara Internasional Manila dari Hong Kong. Penahanan ini dilakukan berdasarkan surat perintah dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang menuduh Duterte melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait kebijakan “perang melawan narkoba” selama masa kepemimpinannya pada 2016-2022.

Kebijakan kontroversial tersebut, yang menjadi salah satu janji kampanye Duterte, menyebabkan kematian ribuan orang dalam operasi polisi dan aksi kelompok vigilante. Data resmi menyebutkan sedikitnya 6.248 tersangka tewas, meskipun kelompok hak asasi manusia memperkirakan jumlah korban bisa mencapai 30.000 jiwa. ICC telah menyelidiki kasus ini sejak 2021, meskipun Filipina menarik diri dari keanggotaan ICC pada 2019 di bawah pemerintahan Duterte.

Istana Kepresidenan Filipina mengonfirmasi bahwa Interpol Manila menerima surat perintah penangkapan resmi dari ICC pada pagi hari penangkapan. Duterte awalnya ditahan di Pangkalan Udara Villamor sebelum dipindahkan ke fasilitas penahanan untuk menunggu proses hukum lebih lanjut. Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyatakan bahwa pemerintah mematuhi kewajiban hukum internasional, meskipun penangkapan ini memicu reaksi beragam di kalangan masyarakat.

Pendukung Duterte berkumpul di luar Pangkalan Udara Villamor untuk memprotes penahanan tersebut, menuntut pembebasannya dengan yel-yel “Palayain si Duterte!” Sementara itu, kelompok hak asasi manusia seperti Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina menyebut penangkapan ini sebagai “momen bersejarah” menuju keadilan bagi korban.

Duterte, yang kini berusia 79 tahun, dilaporkan akan dibawa ke Den Haag, Belanda, tempat ICC berkantor, setelah proses hukum awal di Filipina selesai. Penangkapan ini terjadi menjelang pemilu paruh waktu Filipina, di mana Duterte sebelumnya menyatakan niatnya untuk kembali mencalonkan diri sebagai Wali Kota Davao.

Mengapa ICC Berinisiatif Menangkap Rodrigo Duterte?

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) berinisiatif menangkap Rodrigo Duterte karena tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) yang terkait dengan kebijakan “perang melawan narkoba” selama masa kepresidenannya di Filipina (2016-2022). ICC memulai penyelidikan pada tahun 2018 setelah menerima laporan bahwa kampanye anti-narkoba Duterte menyebabkan ribuan kematian, banyak di antaranya diduga merupakan eksekusi di luar hukum (extrajudicial killings) yang dilakukan oleh polisi dan kelompok vigilante atas dorongan atau persetujuan Duterte.

Alasan utama ICC mengambil tindakan adalah:

  1. Skala dan Sistematis: ICC memiliki yurisdiksi atas kejahatan besar seperti genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam kasus Duterte, penyelidikan difokuskan pada dugaan pembunuhan massal yang sistematis terhadap tersangka pengguna dan pengedar narkoba, yang dianggap sebagai serangan luas atau sistematis terhadap populasi sipil—salah satu elemen kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Statuta Roma.
  2. Ketidakmampuan atau Ketidakmauan Nasional: ICC bertindak sebagai pengadilan terakhir (court of last resort) yang hanya turun tangan jika negara yang bersangkutan tidak mampu atau tidak bersedia menyelidiki dan mengadili pelaku secara adil. Filipina menarik diri dari ICC pada 2019 setelah Duterte menolak kerja sama, dan tidak ada proses hukum domestik yang signifikan terhadapnya selama atau setelah masa jabatannya, sehingga ICC mengambil alih.
  3. Bukti dan Tekanan Internasional: Kelompok hak asasi manusia, seperti Human Rights Watch, serta laporan dari berbagai pihak, termasuk mantan polisi Filipina, memberikan bukti bahwa Duterte secara langsung memerintahkan atau mendukung pembunuhan tanpa proses hukum. Tekanan dari komunitas internasional untuk akuntabilitas juga mendorong ICC bertindak.

Pada Oktober 2021, ICC secara resmi membuka penyelidikan penuh setelah tahap pemeriksaan awal. Meski Filipina bukan lagi anggota ICC, pengadilan tetap memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang terjadi saat negara itu masih menjadi pihak Statuta Roma (sebelum penarikan efektif pada 17 Maret 2019). Setelah mengumpulkan bukti, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Duterte, yang dieksekusi pada Maret 2025, menunjukkan komitmen untuk mengakhiri impunitas atas pelanggaran berat.

Siapakah Pimpinan ICC Saat Ini?

Pimpinan ICC saat ini, pada 12 Maret 2025, adalah Tomoko Akane, yang menjabat sebagai Presiden ICC. Ia terpilih pada Maret 2024 oleh sesama hakim ICC untuk masa jabatan tiga tahun (2024-2027). Tomoko Akane, berasal dari Jepang, adalah figur kunci dalam pengelolaan administrasi dan fungsi yudisial pengadilan, meskipun ia tidak terlibat langsung dalam penyelidikan atau penuntutan (yang menjadi tanggung jawab Kantor Jaksa Penuntut).

Sementara itu, penyelidikan dan penuntutan kasus Duterte dipimpin oleh Karim Ahmad Khan, Jaksa Penuntut ICC (Prosecutor), yang menjabat sejak 16 Juni 2021. Khan adalah orang yang mengajukan permintaan surat perintah penangkapan kepada hakim pra-peradilan ICC berdasarkan hasil investigasi timnya.

Jadi, secara struktur:

  • Presiden ICC: Tomoko Akane (bertanggung jawab atas administrasi dan pengawasan pengadilan).
  • Jaksa Penuntut ICC: Karim Ahmad Khan (bertanggung jawab atas penyelidikan dan penuntutan kasus, termasuk kasus Duterte).

Keduanya memainkan peran penting dalam operasional ICC, dengan Khan sebagai penggerak utama di balik inisiatif penangkapan Duterte.

Sumber: BBC, Detik, Kompas, Reuters, NYTIMES

AI: Grok

Post Comment