Tiga Puisi Untuk Amerika: “November Yang Panjang” – Puisi-puisi Riwanto Tirtosudarmo
4 November 2024
Siang itu kususuri Massachusetts Avenue dari Porter Square ke Harvard Square
Terngiang di telingaku sedikit potongan lagu Scorpion the wind of change
I follow the Moksva down to Gorki Park listening to the wind of change
Akupun ingin mendengarkan apa yang sedang terjadi menjelang pemilu besok
Pemilu yang digambarkan bakal paling sengit dalam sejarah pemilu negeri ini
Di jalan yang lebar tertata rapi di kanan kiri rumah restoran dan toko yang apik
Orang berjalan seperti tak akan terjadi apa-apa tak kulihat wajah-wajah tegang
Tak kulihat poster baliho bendera partai yang gegap gempita seperti di negeriku
Kulewati gedung batu yang asri bertingkat kulihat tulisan Coop Harvard Law
Rupanya Harvard Square tak jauh lagi kulihat memang semakin banyak orang
Harvard Square sesungguhnya tidak begitu luas tapi sepetak tanah bersejarah
Diantara mereka yang berjalan aku mencoba mendengar apa yang dibisikkan
Kumasuki Coop Bookstore Harvard yang tiga lantai penuh dengan buku itu
Rame orang-orang membeli souvenir bergambar lambang Universitas Harvard
Mungkin mereka turis mungkin mereka mahasiswa aku hanya melihat-lihat
Kulihat dipajang buku-buku yang baru terbit dan best seller katanya
Di lantai tiga kutemukan buku harian Andy Warhol buku puisi Seamus Heaney
Tak kulihat ada tanda-tanda akan terjadi perang yang diramalkan besok itu
Perang besar yang gegap gempitanya kudengar di CNN dan Vox News
Perang besar antara orang Amerika dengan orang Amerika seperti Bharatayuda
Negeri kulit putih yang merdeka setelah memisahkan dari negeri induknya
Negeri yang lahir dengan membunuh hampir habis penduduk aslinya
Negeri yang mengundang pendatang dan mendatangkan budak dari Afrika
Negeri yang terus menyedot orang-orang dari berbagai pelosok dunia
Negeri yang melewati perang saudara dan melahirkan deklarasi kemerdekaan
Democracy in America tulis Tocqueville tempat lahir pemikir-pemikir besar
Sekali ini negeri adidaya ini kembali sedang berperang dengan dirinya sendiri
Di Harvard Square tak kudengar genderang perang untuk mencari dirinya itu
Di jalan pulang ke Porter Square ada pengemis berjongkok menadahkan tangan
Di pojok taman itu seorang tua berkulit putih dengan jas kumal mengais sampah
Aku menyaksikan barisan anak-anak riang menyeberang jalan dengan gurunya
Massachusetts Ave rame tapi lengang tak kudengar lagi lagu the wind of change
Boston 4 November 2024
Amerika
Seperti di negeriku demokrasi sedang dipertaruhkan namanya di negeri kampiun demokrasi ini
Apakah ada yang keliru adakah yang sedang salah tempat ketika apa yang selama ini diyakini ternyata hanya mitos?
Demokrasi barangkali hanya mitos dari mereka yang selama ini menganggap kebebasan individu sebagai utama?
Sudah ratusan tahun anggapan ini dijadikan kebenaran dan selama itu keyakinan terhadapnya dikukuhkan
Ketika hari ini apa yang dipertaruhkan seolah dijungkirbalikkan adakah yang sebenarnya hilang dari pengamatan?
Apa yang dikhawatirkan terjadi Donald Trump memenangi persaingan menjadi presiden negeri kampiun demokrasi ini
Kemenangannya yang cukup telak membuktikan mayoritas orang Amerika memilih dia menjadi presiden
Ketika demokrasi diukur dari siapa yang meraih suara terbanyak apa yang terjadi di Amerika harus diterima
Begitu juga di negeriku ketika pasangan Prabowo dan Gibran yang dianggap bermasalah justru memenangi pemilu
Apa yang baru terjadi di Amerika dan di Indonesia harus menjadi tantangan apakah telah dipilih cara berpolitik yang tepat?
Para pemikir di Amerika saat ini ditantang untuk memikirkan kembali bagaimana mengelola politik untuk hidup bersama
Mungkin juga para pemikir itu akan mencari-cari alasan tidak ada yang salah dengan politiknya selama ini
Kita akan melihat apakah Amerika akan menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya
Negeri ini sudah lebih dari dua abad menjunjung yang namanya nilai-nilai kemerdekaan dan demokrasi
Apakah akan muncul pemikiran baru tentang nilai-nilai dasar hidup bersama: kebebasan liberalisme dan demokrasi
Boston 6 November 2024
Plymouth
Di Plymouth aku melihat arak-arakan
Arak-arakan merayakan thanksgivingday
Batu bertarikh 1620 penanda kota itu
Arak-arakan itu menandai kemenangan
Kubayangkan perjalanan yang jauh
Meninggalkan negeri melintasi samudra
Membabat hutan membuat pemukiman
Seperti Pandawa membangun Amerta
Di Plymouth kutemukan patung Indian
Patung hitam dari besi ironi kehancuran
Kebiadaban yang tak mungkin dilupakan
Menang dan kalah menyatu di Plymouth
Boston 23 November 2024
___________________________________________________________________________________________________________
Biodata
Riwanto Tirtosudarmo, penyair kelahiran Tegal. Beberapa buku puisinya yang telah terbit antara lain Secangkir Kopi di Pagi Hari (2023), Di Galeri Sumbing (Media Nusa Creative, 2024), Mencari Revolusi (Tonggak Budaya, 2024), dan dalam proses kumpulan ke 4, Lorong Waktu. Saat ini sedang menempuh fulbright fellowship untuk intercultural/multicultural diversity studies di Universitas Boston.
Post Comment