Demonstrasi Menolak RUU TNI Warnai Pembahasan Tertutup di Hotel Mewah Jakarta
Gelombang protes mewarnai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang digelar secara tertutup oleh Komisi I DPR RI dan pemerintah di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Jumat-Sabtu, 14-15 Maret 2025. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menggeruduk lokasi rapat, menuntut penghentian pembahasan yang dinilai tidak transparan dan berpotensi mengembalikan dwifungsi militer ala Orde Baru.
Aksi demonstrasi mencapai puncaknya pada Sabtu (15/3) sore, ketika tiga aktivis dari koalisi tersebut berhasil menerobos masuk ke ruang rapat melalui pintu samping. Mereka membawa poster bertuliskan penolakan terhadap RUU TNI dan berteriak, “Kami menolak dwifungsi ABRI! Hentikan pembahasan RUU TNI!” Aksi ini langsung dihentikan oleh petugas keamanan hotel, yang mendorong para demonstran keluar hingga salah satu di antaranya, Andrie Yunus dari KontraS, terjatuh. Meski hanya berlangsung singkat, protes tersebut berhasil menyita perhatian publik.
Pembahasan RUU TNI di hotel bintang lima ini menuai kritik keras karena dianggap bertolak belakang dengan semangat efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah. Selain itu, rapat yang digelar secara maraton selama dua hari dan tertutup dari publik ini memicu kecurigaan atas isi RUU, yang diduga mencakup perpanjangan usia pensiun prajurit TNI hingga 60 tahun, perluasan jabatan sipil yang dapat diisi prajurit aktif dari 10 menjadi 16 kementerian/lembaga, serta penambahan tugas TNI seperti penanganan ancaman siber dan narkotika.
Koalisi masyarakat sipil, termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menilai revisi ini dapat melemahkan supremasi sipil dan membuka jalan bagi kembalinya peran TNI di ranah politik dan bisnis. “Pembahasan yang tergesa-gesa dan tidak melibatkan publik adalah cerminan ketidakpatuhan pada prinsip demokrasi,” ujar Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, dalam konferensi pers pada Minggu (16/3).
Buntut dari keributan tersebut, pihak keamanan Hotel Fairmont melaporkan aksi penggerudukan ke Polda Metro Jaya. Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad membantah tuduhan bahwa rapat dilakukan secara diam-diam, dengan alasan bahwa pembahasan telah berlangsung beberapa bulan dan hanya tiga pasal yang direvisi—Pasal 3 (kedudukan TNI), Pasal 47 (jabatan sipil), dan Pasal 53 (usia pensiun). Ia juga mengklaim rapat di hotel dipilih demi efisiensi, meski seharusnya berlangsung empat hari namun dipadatkan menjadi dua hari.
Di luar hotel, ratusan warga dan aktivis turut berkumpul menyuarakan penolakan. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Tolak RUU TNI, Jaga Demokrasi!” dan “TNI untuk Rakyat, Bukan Politik!” Situasi sempat tegang dengan kehadiran kendaraan taktis Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI yang berjaga di depan hotel, meski aksi berlangsung damai hingga akhir.
Hingga kini, pembahasan RUU TNI masih berlanjut, dengan rencana dilanjutkan di Gedung Parlemen pada Senin (17/3). Namun, tekanan publik dan koalisi sipil tampaknya belum mereda, menuntut transparansi dan peninjauan ulang substansi revisi yang dinilai mengancam reformasi sektor keamanan pasca-1998.
Post Comment