Industri China Manfaatkan Perang Dagang dengan Penjualan Langsung Global via Aplikasi dan Media Sosial

Industri China Manfaatkan Perang Dagang dengan Penjualan Langsung Global via Aplikasi dan Media Sosial

Di tengah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dengan tarif impor AS terhadap barang China melonjak hingga 145%, industri China menemukan cara inovatif untuk tetap bersaing di pasar global. Para produsen China kini beralih ke strategi penjualan langsung ke konsumen di Amerika Serikat, Eropa, dan pasar global lainnya melalui aplikasi e-commerce dan platform media sosial seperti TikTok, AliExpress, Shein, dan Temu. Langkah ini tidak hanya membantu mengatasi dampak tarif tinggi, tetapi juga mengubah dinamika perdagangan global.

Menurut laporan dari Tekedia, produsen China memanfaatkan TikTok, yang memiliki lebih dari 70 juta pengguna di AS, untuk memasarkan produk mereka langsung ke konsumen. Dengan memamerkan proses produksi, perbandingan harga, dan kualitas produk yang setara dengan merek mewah, mereka berhasil menarik perhatian konsumen dengan harga yang jauh lebih rendah. Sebagai contoh, sebuah video viral di TikTok menunjukkan bahwa tas mewah seharga 45.000 USD dari merek ternama hanya memakan biaya produksi 1.000 USD. Produsen menawarkan produk serupa tanpa merek dengan harga ratusan dolar, menyingkap margin besar yang biasanya diambil oleh perantara dan merek mewah.


Selain media sosial, perusahaan e-commerce China seperti Shein dan Temu memanfaatkan celah dalam Section 321 dari Tariff Act AS, yang memungkinkan barang bernilai di bawah 800 USD masuk ke AS bebas bea. Dengan mengirimkan pesanan kecil langsung dari pabrik ke konsumen, perusahaan ini menghindari tarif impor yang tinggi. Data dari U.S. Customs and Border Protection menunjukkan bahwa China mengirim hampir 3 juta paket per hari ke AS melalui aturan ini, dengan Shein dan Temu menyumbang lebih dari 30% pengiriman tersebut pada 2023. Namun, celah ini kemungkinan akan ditutup setelah penghapusan pengecualian de minimis untuk barang China mulai 2 Mei 2025.


Untuk mengantisipasi perubahan kebijakan dan meningkatkan efisiensi, perusahaan China mulai berinvestasi di pusat penyimpanan dan distribusi di AS. Menurut Prologis, 20% sewa gudang baru di AS hingga kuartal ketiga tahun ini berasal dari perusahaan logistik dan e-commerce China, terutama di pusat logistik seperti California Selatan, New Jersey, dan Savannah. Langkah ini memungkinkan pengiriman lebih cepat dan mengurangi ketergantungan pada pengiriman udara yang mahal.


Meski strategi ini menjanjikan, ada sejumlah tantangan. Rating rendah TikTok di Trustpilot dan laporan penipuan menunjukkan risiko bagi konsumen yang membeli dari penjual yang belum terverifikasi. Selain itu, merek mewah mulai memperketat perlindungan kekayaan intelektual mereka, yang dapat memicu sengketa hukum dengan produsen China. Ketidakpastian masa depan TikTok di AS juga menjadi ancaman, dengan potensi larangan jika ByteDance tidak menjual kepemilikannya sebelum tenggat waktu yang ditetapkan pada April 2025. Di Eropa, regulasi ketat terkait privasi data dan keaslian produk juga dapat menghambat pertumbuhan.


Pendekatan ini tidak hanya mengganggu dominasi merek mewah, tetapi juga mendorong perubahan dalam rantai pasok global. Dengan menawarkan produk berkualitas tinggi dengan harga terjangkau, China memperkuat daya saingnya di pasar global, bahkan di tengah tekanan tarif. Namun, strategi ini juga memicu kekhawatiran di kalangan konsumen dan pelaku industri AS, yang melihatnya sebagai ancaman terhadap bisnis lokal. Di sisi lain, konsumen mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih rendah, meskipun dengan risiko kualitas dan keamanan yang perlu diperhatikan.


“Seperti yang dikatakan di media sosial China, ini adalah ‘perang dagang terkecil dalam sejarah’ yang dimenangkan melalui TikTok,” ujar seorang analis perdagangan di Shanghai. “Dengan memanfaatkan platform digital, China tidak hanya bertahan dari tarif, tetapi juga mengubah cara konsumen memandang nilai produk.”

Di tengah ketegangan perdagangan yang terus meningkat, strategi penjualan langsung China melalui aplikasi dan media sosial menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi senjata ampuh dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Namun, keberlanjutan pendekatan ini akan bergantung pada kemampuan China untuk menavigasi hambatan hukum, politik, dan persepsi publik di pasar internasional.

Sumber: Bloomberg, ABC News, Reuteurs, Tekedia

AI: Grok, ChatGPT

Post Comment