Femisida dalam Konteks Global

Pendahuluan
Femisida, yang didefinisikan sebagai pembunuhan perempuan karena jenis kelamin atau gendernya, merupakan bentuk kekerasan berbasis gender (KBG) paling ekstrem yang mencerminkan ketimpangan kuasa, patriarki, dan misogini dalam masyarakat. Istilah ini, yang dipopulerkan oleh feminis Diana E. H. Russell, menekankan bahwa femisida bukan sekadar pembunuhan biasa, melainkan kejahatan yang didorong oleh motif gender, seperti kebencian, dominasi, atau pandangan bahwa perempuan adalah subordinat. Secara global, femisida telah menjadi isu yang mendapat perhatian serius, terutama sejak Deklarasi Wina tentang Femisida (2012) dan Rekomendasi Umum Komite CEDAW No. 35 (2017). Tulisan ini akan mengulas perkembangan femisida dalam konteks global, membandingkan situasi di berbagai negara, menganalisis faktor-faktor pendorong, dan menyoroti kasus-kasus penting yang mencerminkan kompleksitas fenomena ini.
Definisi dan Konteks Global Femisida
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), femisida adalah pembunuhan perempuan yang didorong oleh kebencian terhadap gender mereka, sering kali melibatkan sadisme, kekerasan seksual, atau penganiayaan berlapis. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperluas definisi ini dengan mencakup pembunuhan dalam berbagai konteks, seperti femisida intim (oleh pasangan), femisida atas nama kehormatan (honour killing), femisida terkait konflik bersenjata, dan femisida terhadap kelompok rentan seperti perempuan adat atau transpuan. Data PBB menunjukkan bahwa 80% pelaku femisida adalah orang terdekat korban, terutama pasangan intim atau anggota keluarga laki-laki.
Secara global, femisida merupakan epidemi yang terus berkembang. Laporan UN Women (2022) mencatat bahwa setiap 11 menit, seorang perempuan atau anak perempuan dibunuh oleh pasangan intim atau anggota keluarga. Pada 2021, sekitar 45.000 perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia menjadi korban femisida intim, dengan tingkat tertinggi di Afrika dan Amerika Latin. Namun, femisida sering kali kurang dilaporkan karena ketiadaan data terpilah berbasis gender dan normalisasi kekerasan terhadap perempuan dalam beberapa budaya.
Perbandingan Femisida di Berbagai Negara
Femisida memiliki karakteristik yang berbeda di setiap negara, dipengaruhi oleh faktor budaya, hukum, ekonomi, dan sosial. Berikut adalah perbandingan perkembangan femisida di beberapa wilayah dan negara:
1. Amerika Latin: Tingkat Femisida Tertinggi
Amerika Latin dikenal sebagai wilayah dengan tingkat femisida tertinggi di dunia, terutama di negara-negara seperti Meksiko, Brasil, dan Honduras. Menurut Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC), setidaknya 4.473 perempuan menjadi korban femisida di Amerika Latin pada 2022, dengan tingkat rata-rata 1,4 femisida per 100.000 perempuan. Faktor pendorong meliputi:
- Kekerasan Struktural: Tingginya tingkat kejahatan terorganisir, perdagangan narkoba, dan korupsi memperburuk kerentanan perempuan.
- Patriarki yang Mengakar: Norma budaya machismo memperkuat dominasi laki-laki dan normalisasi kekerasan terhadap perempuan.
- Kelemahan Hukum: Meskipun banyak negara telah mengesahkan undang-undang khusus tentang femisida (misalnya, Meksiko pada 2007), penegakan hukum sering kali lemah karena korupsi dan kurangnya pelatihan aparat.
Meksiko menjadi sorotan karena tingkat femisida yang sangat tinggi, dengan rata-rata 10 perempuan dibunuh setiap hari. Ciudad Juárez dikenal sebagai “ibu kota femisida dunia” sejak 1990-an, ketika ratusan perempuan, terutama pekerja migran, dibunuh dengan sadisme berlapis. Brasil juga mencatatkan angka tinggi, dengan 1.347 kasus femisida pada 2022, terutama terhadap perempuan kulit hitam yang menghadapi interseksi ras dan gender.
2. Afrika: Femisida dalam Konteks Kemiskinan dan Konflik
Di Afrika, femisida sering terjadi dalam konteks kemiskinan, konflik bersenjata, dan praktik budaya berbahaya. Afrika Selatan memiliki salah satu tingkat femisida tertinggi di dunia, dengan 5,5 femisida per 100.000 perempuan pada 2021, jauh di atas rata-rata global. Faktor utama meliputi:
- Kekerasan Seksual: Pemerkosaan sering menjadi pendahulu femisida, terutama di daerah konflik seperti Republik Demokratik Kongo.
- Ketimpangan Ekonomi: Ketergantungan ekonomi perempuan pada laki-laki meningkatkan risiko femisida intim.
- Praktik Tradisional: Pembunuhan terkait tuduhan sihir atau honour killing masih terjadi di beberapa komunitas.
Di Nigeria, femisida sering dikaitkan dengan kekerasan domestik dan penolakan terhadap perkawinan paksa, sementara di Sudan Selatan, perempuan menjadi target dalam konflik etnis.
3. Asia Selatan: Honour Killing dan Kekerasan Terkait Mahar
Asia Selatan, khususnya India, Pakistan, dan Afghanistan, memiliki tingkat femisida yang tinggi, terutama dalam bentuk honour killing dan pembunuhan terkait mahar. Di India, sekitar 8.000 kasus pembunuhan terkait mahar dilaporkan setiap tahun, meskipun angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi. Faktor pendorong meliputi:
- Budaya Patriarki: Norma yang menempatkan kehormatan keluarga pada tubuh perempuan mendorong pembunuhan atas nama kehormatan.
- Ketimpangan Hukum: Meskipun India memiliki undang-undang yang melarang kekerasan terhadap perempuan, penegakan hukum sering kali tidak konsisten.
- Seleksi Jenis Kelamin: Aborsi selektif berdasarkan jenis kelamin dan pembunuhan bayi perempuan (female infanticide) juga dianggap sebagai bentuk femisida.
Di Pakistan, honour killing mencapai 1.000 kasus per tahun, sering kali menargetkan perempuan yang menolak perjodohan atau dianggap melanggar norma.
4. Eropa: Femisida Intim dan Kebijakan Progresif
Di Eropa, femisida umumnya lebih rendah dibandingkan Amerika Latin atau Afrika, tetapi tetap menjadi isu serius, terutama femisida intim. Menurut Eurostat, sekitar 1.200 perempuan dibunuh oleh pasangan intim di Uni Eropa pada 2021. Negara seperti Spanyol dan Italia memiliki undang-undang khusus tentang femisida, sementara negara lain seperti Inggris masih menggunakan kategori pembpawnunhan umum. Faktor pendorong meliputi:
- Kekerasan Domestik: Sebagian besar femisida di Eropa terjadi dalam konteks hubungan intim, sering kali setelah eskalasi kekerasan domestik.
- Kemajuan Hukum: Negara seperti Spanyol telah menerapkan sistem pemantauan femisida dan pelatihan aparat hukum, yang mengurangi angka kasus.
- Stigma Sosial: Di beberapa negara Eropa Timur, normalisasi kekerasan domestik masih menjadi tantangan.
5. Indonesia: Femisida Intim sebagai Dominasi
Di Indonesia, femisida intim mendominasi, dengan 26% kasus dilakukan oleh suami dan 17% oleh pacar pada 2024. Komnas Perempuan mencatat 290 kasus femisida dari Oktober 2023 hingga Oktober 2024, angka tertinggi kedua dalam lima tahun terakhir. Faktor pendorong meliputi:
- Patriarki: Norma budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pihak dominan.
- Kelemahan Hukum: Femisida belum diakui sebagai tindak pidana khusus, sehingga ditangani sebagai pembunuhan biasa.
- Minimnya Data: Kurangnya pendataan terpilah berbasis gender menghambat analisis dan pencegahan.
Kasus-Kasus Penting Femisida di Berbagai Negara
Berikut adalah beberapa kasus femisida penting yang mencerminkan kompleksitas fenomena ini di berbagai konteks global:
1. Meksiko: Kasus Ciudad Juárez (1993–Sekarang)
Sejak awal 1990-an, ratusan perempuan di Ciudad Juárez, Meksiko, telah dibunuh dengan sadisme berlapis, termasuk pemerkosaan, mutilasi, dan pembuangan jenazah di tempat terbuka. Korban umumnya adalah pekerja migran muda yang bekerja di maquiladoras (pabrik perakitan). Kasus ini menyoroti:
- Kerentanan Sosial: Perempuan migran menghadapi risiko tinggi karena kemiskinan dan minimnya perlindungan.
- Impunitas: Banyak kasus tidak terselesaikan karena korupsi dan kurangnya kemauan politik.
- Aktivisme: Kasus ini memicu gerakan feminis seperti Ni Una Menos, yang menuntut keadilan dan reformasi hukum.
Pada 2009, Pengadilan Inter-Amerika untuk Hak Asasi Manusia memutuskan bahwa Meksiko gagal melindungi perempuan, mendorong pengesahan undang-undang femisida nasional pada 2012.
2. Afrika Selatan: Pembunuhan Anene Booysen (2013)
Anene Booysen, seorang gadis berusia 17 tahun, diperkosa dan dibunuh secara brutal di Bredasdorp, Afrika Selatan, pada 2013. Tubuhnya dimutilasi dengan tingkat kekejaman yang ekstrem. Kasus ini menyoroti:
- Kekerasan Seksual: Pemerkosaan sering menjadi pendahulu femisida di Afrika Selatan, dengan 42.000 kasus pemerkosaan dilaporkan setiap tahun.
- Diskriminasi Rasial: Perempuan kulit hitam seperti Anene menghadapi risiko lebih tinggi karena interseksi ras dan gender.
- Respons Publik: Kasus ini memicu protes nasional dan mendorong reformasi kebijakan perlindungan perempuan, meskipun implementasinya masih lemah.
Pelaku utama, Johannes Kana, dihukum penjara seumur hidup, tetapi kasus ini tetap menjadi simbol kegagalan sistemik dalam melindungi perempuan.
3. India: Kasus Nirbhaya (2012)
Pada Desember 2012, seorang mahasiswi berusia 23 tahun, yang dikenal sebagai Nirbhaya, diperkosa secara brutal oleh enam pria di sebuah bus di New Delhi, India. Ia meninggal dua minggu kemudian karena luka parah. Kasus ini menyoroti:
- Kekerasan Seksual Publik: Femisida ini terjadi di ruang publik, menunjukkan kerentanan perempuan di luar rumah.
- Respons Hukum: Kasus ini memicu protes nasional dan reformasi hukum, termasuk hukuman mati untuk pemerkosaan yang menyebabkan kematian.
- Perubahan Sosial: Gerakan feminis di India semakin vokal, menuntut perubahan budaya patriarki dan peningkatan keselamatan perempuan.
Empat pelaku dihukum mati pada 2020, tetapi kasus serupa terus terjadi, menunjukkan tantangan dalam mengubah norma budaya.
4. Turki: Pembunuhan Emine Bulut (2019)
Emine Bulut, seorang ibu berusia 38 tahun, dibunuh oleh mantan suaminya di sebuah kafe di Kırıkkale, Turki, di depan putrinya yang berusia 10 tahun. Video pembunuhan tersebut viral, memicu kemarahan nasional. Kasus ini menyoroti:
- Femisida Intim: Motifnya adalah cemburu dan penolakan korban untuk kembali ke hubungan abusif.
- Kelemahan Hukum: Turki menghadapi kritik karena menarik diri dari Konvensi Istanbul (2021), yang bertujuan mencegah kekerasan terhadap perempuan.
- Aktivisme Publik: Kasus ini memicu protes besar-besaran dan gerakan #Ölmekİstemiyorum (Saya Tidak Ingin Mati), menuntut perlindungan lebih baik bagi perempuan.
Pelaku dihukum penjara seumur hidup, tetapi kasus ini menggarisbawahi perlunya kebijakan yang konsisten.
5. Spanyol: Kasus Ana Orantes (1997)
Ana Orantes, seorang perempuan berusia 60 tahun, dibunuh oleh mantan suaminya di Granada, Spanyol, setelah ia berbicara di televisi tentang kekerasan domestik yang dialaminya selama 40 tahun. Ia dibakar hidup-hidup. Kasus ini menyoroti:
- Femisida Intim: Pembunuhan ini merupakan balas dendam atas pengungkapan kekerasan domestik.
- Perubahan Hukum: Kasus ini memicu pengesahan undang-undang perlindungan perempuan pertama di Spanyol pada 2004, yang mengakui femisida sebagai kejahatan khusus.
- Kesadaran Publik: Kasus ini menjadi titik balik dalam perjuangan melawan kekerasan berbasis gender di Spanyol.
Spanyol kini menjadi model global dalam penanganan femisida, dengan sistem pemantauan nasional dan pelatihan aparat hukum.
6. Indonesia: Kasus Wanita dalam Koper (Cikarang, 2024)
Di Indonesia, kasus “wanita dalam koper” di Cikarang, Jawa Barat, menjadi sorotan pada 2024. Seorang perempuan ditemukan tewas dalam koper, dengan indikasi kuat femisida intim. Kasus ini menyoroti:
- Sadisme Berlapis: Kekerasan ekstrem mencerminkan pola femisida yang didorong oleh relasi kuasa.
- Kelemahan Sistem: Kurangnya pengakuan femisida sebagai tindak pidana khusus menghambat penegakan hukum berperspektif gender.
- Peran Media: Pemberitaan kasus ini meningkatkan kesadaran publik, tetapi sering kali tidak berperspektif gender.
Kasus ini masih dalam proses hukum, tetapi menunjukkan perlunya mekanisme pencegahan seperti femisida watch.
Faktor-Faktor Pendorong Femisida Secara Global
Meskipun konteksnya bervariasi, beberapa faktor pendorong femisida bersifat universal:
- Patriarki dan Misogini: Budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pihak dominan memperkuat persepsi bahwa perempuan dapat dikendalikan, bahkan dengan kekerasan.
- Ketimpangan Ekonomi: Ketergantungan ekonomi perempuan pada laki-laki meningkatkan risiko femisida intim, terutama di negara berkembang.
- Kelemahan Hukum: Banyak negara belum mengakui femisida sebagai tindak pidana khusus, menyebabkan impunitas dan kurangnya pencegahan.
- Normalisasi Kekerasan: Narasi seperti cemburu atau “kehormatan keluarga” sering digunakan untuk menjustifikasi femisida, memperburuk budaya menyalahkan korban.
- Konflik dan Ketidakstabilan: Dalam konteks konflik bersenjata atau kejahatan terorganisir, perempuan menjadi target eksploitasi dan pembunuhan.
Tantangan dan Solusi Global
Tantangan
- Kurangnya Data Terpilah: Banyak negara tidak memiliki data terpilah berbasis gender, menyulitkan analisis dan pencegahan.
- Impunitas: Korupsi, kurangnya pelatihan aparat, dan stigma sosial menyebabkan banyak pelaku femisida lolos dari hukuman.
- Norma Budaya: Patriarki dan normalisasi kekerasan terhadap perempuan masih mengakar di banyak masyarakat.
- Keterbatasan Sumber Daya: Negara berkembang sering kali kekurangan dana untuk program pencegahan dan perlindungan.
Solusi
- Femisida Watch: Seperti direkomendasikan oleh Pelapor Khusus PBB Dubravka Simonic, negara harus membentuk mekanisme femisida watch untuk memantau, menganalisis, dan mempublikasikan data femisida.
- Kebijakan Hukum Khusus: Mengakui femisida sebagai tindak pidana khusus, seperti yang dilakukan di Spanyol dan Meksiko, dapat meningkatkan penegakan hukum.
- Pendidikan dan Kampanye: Mengubah norma budaya melalui pendidikan dan kampanye publik untuk menghapus stigma dan normalisasi kekerasan.
- Peningkatan Kapasitas Aparat: Pelatihan bagi polisi, jaksa, dan hakim untuk mengenali femisida dan menangani kasus dengan perspektif gender.
- Pemberdayaan Ekonomi: Mengurangi ketergantungan ekonomi perempuan melalui akses pendidikan dan pekerjaan dapat menurunkan risiko femisida intim.
Penutup
Femisida adalah cerminan dari ketidaksetaraan gender yang sistemik, dengan dampak yang devastasi di seluruh dunia. Amerika Latin menghadapi tingkat femisida tertinggi karena kekerasan struktural dan machismo, sementara Afrika bergulat dengan konflik dan kemiskinan. Asia Selatan didominasi oleh honour killing dan kekerasan terkait mahar, sedangkan Eropa menunjukkan kemajuan melalui kebijakan progresif, meskipun femisida intim tetap menjadi tantangan. Indonesia mencerminkan tantangan negara berkembang, dengan femisida intim sebagai jenis dominan dan kelemahan dalam hukum serta data. Kasus-kasus seperti Ciudad Juárez, Anene Booysen, Nirbhaya, Emine Bulut, Ana Orantes, dan wanita dalam koper di Indonesia menggambarkan kekejaman femisida dan perlunya tindakan segera. Dengan mengadopsi femisida watch, memperkuat hukum, dan mengubah norma budaya, dunia dapat bergerak menuju penghapusan femisida dan perlindungan hak hidup perempuan.
Referensi
Amnesty International. (2021). Turkey: Withdrawal from Istanbul Convention.
Bincang Perempuan. (2024). Femisida: Memahami Kekerasan Berbasis Gender dan Tindakan Pencegahannya. bincangperempuan.com
Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC). (2023). Femicide in Latin America: Data and Trends.
Fakultas Hukum UII. (2019). Feminisme, Islam dan HAM. law.uii.ac.id
Human Rights Watch. (2020). India: Nirbhaya Case and Its Impact.
ITS News. (2022). Menilik Femisida, Fenomena Pembunuhan terhadap Perempuan. (https://www.its.ac.id/news/2022/11/05/menilik-femisida-fenomena-pembunuhan-terhadap-perempuan/)
JalaStoria.id. (2024). Mengenal Tindakan Femisida, Ini Arti dan Jumlah Korbannya di Indonesia. (https://www.jalastoria.id/mengenal-tindakan-femisida-ini-arti-dan-jumlah-korbannya-di-indonesia/)
Jurnal Litigasi. (2024). Pengaturan tentang Femisida dalam Hukum Pidana Indonesia. journal.unpas.ac.id
Komnas Perempuan. (2024). Kasus Femisida 2024 Tertinggi dalam 5 Tahun Terakhir. (https://www.nu.or.id/nasional/komnas-perempuan-kasus-femisida-2024-tertinggi-dalam-5-tahun-terakhir-Z8eZr)
Komnas Perempuan. (2024). Siaran Pers tentang Fenomena Femisida. (https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-fenomena-femisida)
Komnas Perempuan. (2020). Siaran Pers tentang Femisida. (https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-femisida-6-desember-2020))
Komnas Perempuan. (2021). Kajian Awal dan Kertas Konsep Femisida. (https://komnasperempuan.go.id/kabar-perempuan-detail/kajian-awal-dan-kertas-konsep-femisida-jakarta-25-november-2021))
Komnas Perempuan. (2024). Siaran Pers tentang Peluncuran Pemantauan Femisida 2024. (https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-peluncuran-pemantauan-femisida-2024)
Kompas.com. (2024). Mengenal Istilah Femisida yang Berhubungan Erat dengan Pembunuhan terhadap Perempuan. (https://www.kompas.com/parapuan/read/534085262/mengenal-istilah-femisida-yang-berhubungan-erat-dengan-pembunuhan-terhadap-perempuan)
South African Police Service. (2022). Crime Statistics: Gender-Based Violence.
UN Women. (2022). Femicide: A Global Overview.
Wikipedia. (2018). Femisida. id.wikipedia.org
Wikipedia. (2018). Femicide. en.wikipedia.org
AI: Grok
Post Comment