Penyelundupan Chip Nvidia dari Amerika ke China

Penyelundupan Chip Nvidia dari Amerika ke China

Gambar: dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan

Pada tahun 2025, kebijakan tarif dan pembatasan ekspor chip Nvidia di China menjadi sorotan utama di tengah ketegangan teknologi antara Amerika Serikat dan China. Kebijakan ini, yang digaungkan oleh administrasi Presiden Donald Trump, bertujuan melindungi keamanan nasional AS dengan membatasi akses China terhadap chip canggih yang digunakan untuk kecerdasan buatan (AI). Namun, implementasi tarif ini tidak hanya memicu respons inovatif dari China untuk mencapai kemandirian teknologi, tetapi juga memunculkan gelombang penyelundupan chip Nvidia dari AS ke China melalui jalur ilegal, mencerminkan kompleksitas dinamika perdagangan global.

Kebijakan Tarif Chip Nvidia

Sejak April 2025, administrasi Trump memperketat kontrol ekspor dengan melarang penjualan chip Nvidia tingkat tinggi, seperti H100 dan B200, ke China tanpa lisensi khusus dari Departemen Perdagangan AS. Langkah ini dilanjutkan dengan pengembangan chip H20, versi yang disesuaikan dengan performa lebih rendah untuk pasar China, yang sempat mendapat persetujuan ekspor setelah negosiasi pada Juli 2025. Namun, kebijakan ini juga melibatkan kesepakatan kontroversial di mana Nvidia dan AMD setuju membayar 15% dari pendapatan penjualan chip ke China kepada pemerintah AS sebagai imbalan atas lisensi ekspor. Tarif ini mencerminkan strategi ganda: mengontrol aliran teknologi sensitif sekaligus memanfaatkan keuntungan ekonomi dari pasar China yang besar.

Kebijakan ini memaksa perusahaan teknologi China, seperti Baidu dan Tencent, untuk mencari alternatif atau mengembangkan chip domestik. Namun, larangan tersebut juga memicu permintaan gelap terhadap chip Nvidia yang lebih canggih, yang dianggap krusial untuk pengembangan AI kompetitif, sehingga membuka peluang bagi penyelundupan.

Peristiwa Penyelundupan Utama

Beberapa insiden penyelundupan chip Nvidia dari AS ke China telah terungkap, menyoroti kelemahan dalam pengawasan rantai pasok global. Salah satu kasus terbesar melibatkan dua warga negara China, Chuan Geng dan Shiwei Yang, yang ditangkap pada Agustus 2025 oleh Departemen Kehakiman AS. Mereka diduga menggunakan perusahaan fiktif bernama ALX Solutions di California untuk mengirim chip Nvidia H100 senilai puluhan juta dolar ke China melalui Singapura dan Malaysia selama tiga tahun (2022-2025). Skema ini melibatkan dokumen palsu yang menyatakan tujuan pengiriman ke pelanggan Singapura yang ternyata tidak ada, dengan pembayaran sebesar USD$1 juta dari perusahaan China pada Januari 2024. Keduanya menghadapi ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara jika terbukti bersalah.

Kasus lain dilaporkan oleh Financial Times pada Juli 2025, yang menyebutkan bahwa lebih dari USD$1 miliar chip Nvidia, termasuk model B200 yang dilarang, telah diselundupkan ke China dalam tiga bulan sejak pembatasan April 2025. Chip-chip ini diedarkan melalui pasar gelap di platform seperti Douyin, diiklankan seolah-olah barang dagangan biasa. Penyelundupan ini melibatkan jalur transit Asia Tenggara, memanfaatkan Singapura dan Malaysia sebagai pusat redistribusi, dengan distributor China menargetkan pusat data lokal untuk perusahaan AI.

Pada Mei 2025, pihak berwenang Singapura menangkap tiga individu yang diduga terlibat dalam pengiriman server yang mungkin mengandung chip Nvidia. Insiden ini menunjukkan bagaimana aliansi AS dengan negara-negara sekutunya mulai memperketat pengawasan, meskipun tantangan tetap ada karena keuntungan finansial yang besar mendorong pelaku untuk terus beroperasi.

Implikasi dan Respons

Penyelundupan ini menyoroti ketidakmampuan total AS untuk memblokir aliran teknologi canggih ke China, meskipun ada kontrol ekspor yang ketat. Nvidia sendiri menyatakan bahwa chip yang diselundupkan tidak akan mendapat dukungan resmi, layanan, atau pembaruan, mencoba mencegah penggunaan tidak sah. Sementara itu, CEO Nvidia Jensen Huang mengakui kegagalan kontrol ekspor dan menyarankan bahwa pembatasan tersebut justru memotivasi China untuk mempercepat pengembangan chip lokal, seperti yang dilakukan Huawei dengan seri Ascend.

Di sisi lain, pemerintah AS merespons dengan rancangan undang-undang bipartisan yang dipimpin oleh Wakil AS Bill Foster pada Mei 2025. RUU ini mengusulkan pelacakan lokasi chip dan pencegahan booting jika tidak memiliki lisensi yang sesuai, memanfaatkan teknologi yang sudah ada dalam chip Nvidia. Langkah ini menunjukkan upaya untuk menutup celah, meskipun efektivitasnya masih dipertanyakan mengingat skala operasi gelap yang terorganisasi.

Kebijakan tarif chip Nvidia di China mencerminkan strategi AS untuk menjaga dominasi teknologi, tetapi juga memicu fenomena penyelundupan yang sulit dikendalikan. Peristiwa seperti kasus ALX Solutions dan arus USD$1 miliar chip ilegal menunjukkan bahwa pasar gelap tetap menjadi solusi bagi China di tengah sanksi. Sementara China terus membangun kapasitas chip domestik, dinamika ini menegaskan bahwa ketegangan teknologi antara kedua negara tidak hanya soal inovasi, tetapi juga tentang bagaimana kontrol dan pelanggaran kontrol membentuk lanskap global di era digital.

Sumber: AI Magazine, Yahoo Finance, Al-Jazeera

AI: Grok

Post Comment