Flotilla Bantuan Gaza Tembus Perairan Palestina: Upaya Heroik Global Sumud Flotilla yang Menantang Blokade Israel
Pada 1 Oktober 2025, dunia menyaksikan momen dramatis ketika salah satu kapal dari Global Sumud Flotilla (GSF)—inisiatif bantuan kemanusiaan terbesar yang pernah diluncurkan—berhasil menembus perairan Palestina di lepas pantai Gaza, meskipun diblokade ketat oleh angkatan laut Israel. Kapal utama, Mikeno, yang membawa aktivis internasional dan pasokan medis simbolis, dilaporkan berada hanya beberapa kilometer dari pantai Gaza, menjadi simbol ketahanan (sumud) di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk. Namun, keberhasilan parsial ini dibayar mahal: lebih dari 13 kapal lain diserbu, 200+ aktivis ditahan, termasuk tokoh seperti Greta Thunberg, dan komunikasi diblokir secara paksa. Ini adalah upaya terbesar untuk memecah blokade Israel sejak 2009, dengan 30+ kapal sisanya masih berlayar dari Mediterania, menantang peringatan keras dari Yerusalem.
Krisis Gaza dan Kelahiran Global Sumud Flotilla
Blokade laut Israel terhadap Gaza, yang diberlakukan sejak 2007 untuk mencegah penyelundupan senjata ke Hamas, telah menjadi sorotan global di tengah perang yang telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina sejak Oktober 2023, menurut otoritas kesehatan Gaza. Bagian-bagian enclave ini mengalami kelaparan parah, dengan panel ahli PBB menyatakan adanya “famine” di wilayah utara, meskipun Israel menolak tuduhan tersebut. Bantuan darat melalui Rafah dan Kerem Shalom sering terhambat, mendorong aktivis sipil untuk jalur laut.
GSF lahir pada Juli 2025 sebagai konsolidasi dari koalisi internasional: Freedom Flotilla Coalition, Global Movement to Gaza, Maghreb Sumud Flotilla, dan Sumud Nusantara (Indonesia). Nama “Sumud” berasal dari bahasa Arab yang berarti “keteguhan” atau “resiliensi”, mencerminkan semangat perlawanan pasif. Flotilla ini terdiri dari lebih dari 40 kapal sipil, membawa sekitar 500 peserta dari 44 negara, termasuk anggota parlemen, pengacara, jurnalis, dan selebriti. Mereka berangkat dari pelabuhan Spanyol dan Italia pada akhir Agustus 2025, singgah di Yunani dan Tunisia, membawa obat-obatan, makanan, dan peralatan medis—meskipun jumlahnya simbolis untuk menekankan hak navigasi bebas, bukan logistik besar-besaran. Ini lebih besar dari flotilla sebelumnya, seperti Mavi Marmara 2010 yang berakhir tragis dengan 10 aktivis tewas.
Pada 19 September 2025, sekitar 200-250 warga Israel anti-Zionis dan Arab Israel berkumpul di perbatasan Gaza untuk mendukung GSF, menunjukkan perpecahan domestik. Sementara itu, laporan intelijen menuduh pesawat militer Israel memata-matai rute flotilla dari basis Nevatim ke Sisilia.
Kronologi Peristiwa: Penembusan Dramatis dan Intersepsi Brutal
Flotilla memasuki “zona berisiko tinggi” pada 1 Oktober, sekitar 90 mil laut dari Gaza, di mana flotilla sebelumnya diserang. Livestream dari enam kapal menunjukkan drone Israel melayang di atas, diikuti kapal perang yang mendekat. Israel memperingatkan via radio: “Ini zona tempur aktif, ubah arah atau hadapi konsekuensi.” Aktivis menolak, dengan Thiago Ávila dari komite kemudi GSF menyatakan, “Kami tidak akan menyerah; ini hak kami untuk bawa bantuan langsung ke Gaza.”
- Penembusan Mikeno: Kapal Belgia Mikeno berhasil lolos intersepsi awal, memasuki perairan Palestina pagi 2 Oktober. Video dari aktivis menunjukkan kru bersorak, dengan anak Gaza seperti Shahed menggambar sambil menunggu di pantai. Ini menjadi “kemenangan moral” pertama, meskipun belum mendarat sepenuhnya.
- Serangan Israel: Angkatan laut Israel naik ke 13+ kapal di perairan internasional (70 mil dari Gaza), termasuk Aurora yang membawa Greta Thunberg. Video Kementerian Luar Negeri Israel menunjukkan Thunberg duduk tenang dikelilingi tentara, sementara aktivis lain seperti Latifa (Belgia) “diculik” saat berlayar damai. Kapal Anas Al-Sharif disemprot meriam air, dan komunikasi diputus. Lebih dari 150 aktivis dari 20+ negara ditahan, termasuk Mandla Mandela (cucu Nelson Mandela) dan anggota parlemen Eropa. Kapal-kapal dibawa ke pelabuhan Ashdod untuk deportasi.
- Kapal Sisanya: 30+ kapal masih bergerak, sekitar 46 mil dari Gaza, dengan escort dari angkatan laut Spanyol dan Italia—meskipun Italia menarik dukungan pelacakan setelah tekanan dari Israel. Italia bahkan mengusulkan kompromi: jatuhkan bantuan di Siprus, tapi GSF menolak, menyebutnya “sabotase.”
Secara hukum, PBB menyatakan flotilla berhak navigasi bebas di perairan internasional, dan intersepsi Israel melanggar hukum maritim. Israel membela diri dengan klaim “perlindungan zona tempur” dan tuduhan koneksi Hamas, yang dibantah aktivis.
Dampak: Krisis Kemanusiaan Makin Parah, Solidaritas Global Meningkat
Penahanan massal memicu protes di kota-kota Eropa, termasuk mogok umum oleh serikat buruh terbesar Italia atas penanganan flotilla. Di X, hashtag #GlobalSumudFlotilla dan #Stand4Sumud trending, dengan K-pop stan bergabung untuk soroti isu kemanusiaan. Video intersepsi viral, menambah tekanan pada Israel di tengah rencana perdamaian Trump-Netanyahu. Bagi Gaza, keberhasilan Mikeno bisa buka koridor sementara, tapi kegagalan keseluruhan perkuat narasi blokade sebagai “hukuman kolektif.”Reaksi dari Berbagai Pihak: Tuduhan Saling Lempar
- Israel: Kementerian Luar Negeri sebut operasi “aman dan damai,” tawarkan salurkan bantuan via saluran resmi. PM Netanyahu puji angkatan laut, tapi kritik internasional sebut ini “serangan terhadap humanitarians tak bersenjata.”
- Aktivis GSF: “Ini serangan ilegal di perairan internasional,” kata Thiago Ávila. Greta Thunberg, via video pasca-penahanan, sebut: “Blokade ini kejahatan, kami tak akan diam.”
- Internasional: 16 negara (termasuk Spanyol, Turki) peringatkan Israel jangan serang. Italia dan Yunani desak hentikan, tapi PM Meloni khawatir jadi “pretext” bagi pihak tolak perdamaian. Al Jazeera dan Reuters soroti pelanggaran hukum maritim, sementara Times of Israel sebut flotilla “provokasi.”
Masa Depan: Apakah Ini Awal Koridor Laut atau Titik Balik?
Dengan Mikeno dekat pantai dan kapal sisanya mendekat, GSF rencanakan upaya lanjutan, termasuk tuntutan hukum di ICC atas intersepsi. Namun, Israel siapkan deportasi massal dan blokade lebih ketat. Di tengah krisis Gaza—dengan 2,3 juta warga bergantung bantuan—flotilla ini tak hanya soal bantuan, tapi simbol perlawanan global terhadap blokade 17 tahun. Seperti kata aktivis: “Sumud bukan akhir, tapi awal.” Jika Mikeno mendarat, bisa ubah narasi; jika tidak, perkuat tuntutan embargo senjata ke Israel. Dunia menunggu, apakah laut Mediterania jadi saksi kemenangan kemanusiaan atau tragedi baru.
AI: Grok
Post Comment