Pengadilan Tinggi Madras Mengakui Cryptocurrency sebagai Properti
Pengadilan Tinggi Madras (Madras High Court) mengeluarkan putusan bersejarah yang mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai “properti” di bawah hukum India. Putusan ini, yang disampaikan oleh Hakim N. Anand Venkatesh, tidak hanya memberikan pengakuan hukum formal terhadap aset digital seperti Bitcoin, Ethereum, atau XRP, tetapi juga membuka pintu lebar untuk perlindungan investor yang lebih kuat dan regulasi yang lebih terstruktur di tengah ekosistem crypto India yang bernilai miliaran dolar.
Latar Belakang Kasus: Sengketa WazirX Pasca-Hack
Putusan ini muncul dari kasus Rhutikumari v. Zanmai Labs Pvt Ltd (pemilik platform WazirX), di mana seorang investor bernama Rhutikumari mengajukan petisi di bawah Pasal 9 Undang-Undang Arbitrase dan Rekonsiliasi 1996. Rhutikumari, yang berbasis di Chennai, telah membeli aset crypto XRP melalui WazirX menggunakan rekening bank Kotak Mahindra di India. Namun, asetnya dibekukan setelah serangan siber besar-besaran terhadap WazirX pada Juli 2024, yang merugikan pengguna hingga US$230 juta (sekitar Rp3,5 triliun).
WazirX, yang terdaftar sebagai entitas pelapor di Unit Intelijen Keuangan India (FIU-IND), mengajukan restrukturisasi di Pengadilan Tinggi Singapura pada 13 Oktober 2025. Rencana ini mengharuskan pengguna berbagi kerugian secara pro-rata, termasuk aset Rhutikumari yang tidak terlibat dalam hack (karena hack menargetkan aset Ethereum, bukan XRP). Rhutikumari berargumen bahwa asetnya dipegang oleh WazirX sebagai “trust” pribadi, dan tidak boleh dialihkan untuk menutup kerugian orang lain. Ia meminta pengadilan India untuk mencegah interferensi terhadap asetnya sambil menunggu arbitrase di Singapura.
Pengadilan Madras menerima yurisdiksi karena transaksi awal dilakukan dari Chennai melalui bank India, sehingga sebagian “cause of action” (dasar gugatan) terjadi di wilayahnya. Pengadilan menolak keberatan WazirX soal kurangnya yurisdiksi, mengacu pada putusan Mahkamah Agung India dalam PASL Wind Solutions Pvt Ltd v. GE Power Conversion India Pvt Ltd (2021), yang menyatakan bahwa pengadilan India berwenang melindungi aset di dalam negeri meskipun arbitrase dilakukan di luar negeri.
Argumen Hukum: Mengapa Crypto Dianggap “Properti”?
Hakim Venkatesh menekankan bahwa meskipun cryptocurrency bukan “mata uang legal” (legal tender) atau aset fisik, ia memenuhi kriteria properti di bawah hukum India: dapat dimiliki, dinikmati manfaatnya, dipindahkan, dan dipegang dalam bentuk trust. Putusan ini mengutip:
- Definisi Hukum India: Mengacu pada putusan Mahkamah Agung seperti Ahmed GH Ariff vs CWT dan Jilubhai Nanbhai Khachar vs State of Gujarat, yang mendefinisikan “properti” sebagai “setiap hak atau kepentingan berharga yang dapat dimiliki”. Crypto, meskipun hanya “deretan 1 dan 0 di blockchain”, lebih dari sekadar informasi—ia identifiable, transferable via private keys, dan dapat dikendalikan secara eksklusif.
- Kerangka Pajak India: Pasal 2(47A) Undang-Undang Pajak Penghasilan 1961, yang mengklasifikasikan crypto sebagai “virtual digital assets” (VDA) dan memungut pajak 30% atas keuntungan plus 1% TDS atas transaksi. Pengadilan menyatakan bahwa VDA bukan transaksi spekulatif, melainkan aset yang dapat disimpan, diperdagangkan, dan dijual.
- Precedents Internasional:
- Ruscoe v. Cryptopia Ltd (Pengadilan Tinggi Selandia Baru, 2020): Crypto adalah “properti intangible” yang dapat dipegang dalam trust.
- AA v. Persons Unknown (Pengadilan Tinggi Inggris, 2019): Crypto layak dilindungi secara hukum.
- ByBit Fintech Ltd v. Ho Kai Xin (Pengadilan Tinggi Singapura, 2023) dan SEC v. Ripple Labs (Pengadilan AS, 2023): Mengakui crypto sebagai komoditas atau properti.
Pengadilan juga melarang WazirX mengganggu aset Rhutikumari, dengan alasan bahwa skema restrukturisasi Singapura tidak boleh merugikan hak properti investor India. “Jika aset pelamar terkikis secara substansial berdasarkan skema Singapura, pelamar menjadi pihak rentan yang berhak dilindungi,” tulis Hakim Venkatesh.
Implikasi Hukum dan Ekonomi: Langkah Menuju Regulasi
Putusan ini menciptakan preseden penting bagi 100 juta investor crypto di India (data Chainalysis 2025), yang selama ini menghadapi ketidakpastian regulasi. Berikut implikasi utamanya:
| Aspek | Implikasi Saat Ini | Dampak Jangka Panjang |
|---|---|---|
| Perlindungan Investor | Aset crypto dilindungi dari pengambilalihan paksa oleh platform (seperti dalam kasus hack atau bangkrut). Investor dapat mengajukan klaim di pengadilan India meskipun arbitrase luar negeri. | Meningkatkan kepercayaan, potensial menarik lebih banyak modal asing ke bursa seperti WazirX atau CoinDCX. |
| Pajak dan Warisan | Crypto diakui sebagai aset warisan atau perceraian, mirip properti fisik. Pajak VDA tetap berlaku, tapi status properti memudahkan pelaporan. | Integrasi lebih dalam dengan hukum pajak; mungkin mendorong amandemen Undang-Undang untuk aturan inheritance crypto. |
| Insolvensi dan Kontrak | Platform crypto bertanggung jawab sebagai “trustee” aset pengguna; skema luar negeri tidak otomatis berlaku di India. | Mengurangi risiko bagi pengguna dalam kasus bangkrut global (seperti FTX); mendorong klausul kontrak yang lebih adil. |
| Regulasi Nasional | Selaras dengan pendekatan “tax and regulate” Kementerian Keuangan (Piyush Goyal, 7 Oktober 2025), tapi bertentangan dengan sikap hati-hati RBI (Gubernur Sanjay Malhotra, 17 Oktober 2025, yang memperingatkan risiko pencucian uang). | Mempercepat undang-undang crypto khusus; India bisa ikuti model EU’s MiCA untuk keseimbangan inovasi dan stabilitas keuangan. |
Secara ekonomi, ini bisa mendorong pertumbuhan pasar crypto India, yang saat ini mencapai US$5 miliar (2025), dengan potensi naik 20-30% berkat kejelasan hukum.Reaksi dari Komunitas dan Pakar
- Investor dan Pengacara: Rashmi Deshpande, pengacara teknologi, menyebut putusan ini “harapan baru” bagi ribuan klaim serupa terhadap WazirX di India dan Singapura. Kelompok advokasi seperti Crypto Alliance India memuji sebagai “langkah monumental” untuk adopsi blockchain.
- Platform Crypto: WazirX menyambut baik kejelasan yurisdiksi, tapi khawatir soal tanggung jawab trust. Bursa lain seperti ZebPay melihat ini sebagai dorongan untuk compliance FIU-IND.
- Pakar Hukum: Menurut analis di Bar & Bench, putusan ini menempatkan India di garis depan yurisdiksi digital, selaras dengan tren global. Namun, beberapa mengkritik potensi konflik dengan kebijakan RBI anti-crypto swasta.
Era Baru untuk Aset Digital di India
Putusan Madras High Court bukan hanya kemenangan bagi Rhutikumari, tapi tonggak sejarah yang mengubah crypto dari “spekulasi abu-abu” menjadi aset hukum yang dilindungi. Dengan ini, India punya kesempatan mendesain regulasi yang inovatif—mendorong pertumbuhan sambil melindungi konsumen. Namun, tantangan tetap: harmonisasi antara pengadilan, RBI, dan pemerintah pusat.
AI: Grok



Post Comment