Ketegangan di Lingkaran Trump dan Tantangan Hukum atas Kebijakan Tarif
Dalam dinamika politik AS yang semakin memanas, administrasi Trump baru-baru ini mengalami gejolak internal yang signifikan, di mana nominasi seorang sekutu dekat Elon Musk untuk memimpin NASA ditarik kembali, bersamaan dengan eskalasi perselisihan pribadi antara Trump dan Musk yang berpotensi merusak agenda legislatif utama pemerintahan. Sementara itu, Mahkamah Agung AS sedang mempertimbangkan kasus krusial yang menantang dasar hukum kebijakan tarif luas Trump, dengan implikasi mendalam terhadap keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif.
Penarikan Nominasi Jared Isaacman untuk NASA: Simbol Ketidakstabilan di Sektor Luar Angkasa
Penarikan nominasi Jared Isaacman, seorang miliarder pengusaha yang dikenal sebagai mitra dekat Elon Musk, untuk posisi administrator NASA menyoroti kerapuhan aliansi di antara para tokoh kunci administrasi Trump. Isaacman, yang mendirikan perusahaan pemrosesan kartu kredit Shift4 dan telah terlibat dalam misi luar angkasa pribadi melalui SpaceX milik Musk, awalnya diumumkan sebagai calon pada akhir 2024 sebagai bagian dari transisi pemerintahan. Ia dianggap sebagai figur ideal untuk memadukan ambisi swasta dengan program pemerintah, terutama karena pengalamannya sebagai astronot komersial yang melakukan penerbangan luar angkasa pertama yang sepenuhnya didanai swasta.
Namun, nominasi ini ditarik secara mendadak pada Mei 2025, hanya beberapa hari sebelum sidang konfirmasi Senat. Alasan utamanya adalah kekhawatiran Trump atas riwayat donasi politik Isaacman, yang ternyata mencakup kontribusi signifikan kepada kampanye Demokrat di pemilu sebelumnya. Trump, yang sering menekankan loyalitas sebagai kriteria utama untuk jabatan eksekutif, merasa terkejut karena informasi ini tidak disampaikan lebih awal oleh tim personel kepresidenannya. Keputusan ini didukung oleh direktur Kantor Personel Kepresidenan, Sergio Gor, yang sebelumnya berselisih dengan Musk mengenai pilihan calon. Akibatnya, Trump menunjuk Menteri Transportasi Sean Duffy sebagai administrator sementara NASA, sementara mencari pengganti permanen yang lebih selaras dengan prioritas “America First” di bidang luar angkasa.
Pada November 2025, Trump secara mengejutkan merenominasi Isaacman, hanya seminggu sebelum konfirmasi Senat yang dijadwalkan. Pengumuman ini datang setelah tinjauan ulang atas “asosiasi sebelumnya” Isaacman, dengan Trump memuji passion-nya terhadap eksplorasi luar angkasa, pengalaman astronot, dan dedikasi untuk mendorong ekonomi ruang angkasa baru. Langkah ini tampaknya merupakan upaya rekonsiliasi parsial, mengingat pengaruh Musk melalui SpaceX yang bergantung pada kontrak NASA senilai miliaran dolar. Jika dikonfirmasi, Isaacman akan memimpin NASA di tengah anggaran yang lebih tipis dan tenaga kerja yang berkurang akibat pemadaman pemerintah berkepanjangan, serta tekanan untuk menyeimbangkan fokus pada Bulan dan Mars.
Dampaknya terhadap sektor luar angkasa tidak bisa diabaikan: Penarikan awal menciptakan ketidakpastian bagi kontraktor seperti SpaceX, yang telah menjadi tulang punggung program Artemis. Para ilmuwan dan pekerja NASA mengkhawatirkan destabilisasi lebih lanjut, terutama dengan pemotongan anggaran yang memukul lembaga penelitian federal lainnya. Secara politik, ini menegaskan pola Trump dalam menggunakan loyalitas sebagai senjata, yang bisa membuat proses konfirmasi masa depan lebih sulit bagi calon dengan latar belakang bipartisan.
Perselisihan Trump-Musk: Dari Aliansi ke Ancaman yang Mengancam Legislatif Utama
Bersamaan dengan drama NASA, perselisihan antara Trump dan Elon Musk telah mencapai titik didih, berubah dari bromance politik menjadi perang terbuka melalui platform media sosial masing-masing—Truth Social dan X. Awalnya, Musk bergabung sebagai penasihat khusus di Gedung Putih pada awal 2025, memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang bertugas memangkas birokrasi federal. Namun, aliansi ini retak setelah Musk meninggalkan peran tersebut pada akhir Mei 2025, diikuti oleh kritik pedasnya terhadap “One Big Beautiful Bill Act”—rancangan undang-undang andalan Trump yang mencakup pemotongan pajak besar-besaran, pengeluaran infrastruktur, dan reformasi anggaran senilai triliunan dolar.
Musk menyebut undang-undang itu sebagai “abominasi menjijikkan” karena diperkirakan akan menambah defisit federal hingga 2,5 triliun dolar, bertentangan dengan misi DOGE untuk penghematan. Ia menuduh proses legislasi dilakukan secara tergesa-gesa di malam hari tanpa konsultasi memadai, dan memperingatkan pendukungnya bahwa undang-undang ini akan menghancurkan jutaan pekerjaan serta merugikan strategi nasional AS. Musk bahkan mengancam untuk “memecat” politisi yang mendukungnya pada pemilu November 2026, sambil mengklaim bahwa kemenangan Trump pada 2024 bergantung pada dukungannya yang mencapai ratusan juta dolar.
Trump membalas dengan tuduhan bahwa Musk “gila” setelah kehilangan subsidi kendaraan listrik yang menguntungkan Tesla, dan mengancam membatalkan miliaran dolar kontrak pemerintah dengan perusahaan Musk seperti SpaceX dan Tesla—yang telah menerima 19 miliar dolar sejak 2008. Perselisihan ini memuncak dengan serangan pribadi, termasuk Musk yang menyebut Trump sebagai “body double” dan mengaitkannya dengan dokumen terkait Jeffrey Epstein, sementara Trump memperingatkan “konsekuensi serius” jika Musk mendanai Demokrat. Dampak finansial langsung terlihat pada penurunan saham Tesla hingga 18% (hilang 150 miliar dolar nilai pasar) dan penurunan saham Trump Media sebesar 8%.
Secara lebih luas, feud ini mengancam kelangsungan “Big Beautiful Bill,” yang dirancang untuk mendefinisikan masa jabatan kedua Trump melalui pemotongan pajak dan pengeluaran yang agresif. Musk melobi senator konservatif untuk menolaknya, berpotensi memaksa revisi atau kegagalan total, yang bisa memicu resesi akibat tarif yang terkait. Ini juga menyoroti risiko dari pemerintahan yang bergantung pada miliarder: Musk, yang awalnya dianggap sebagai sekutu tak tergoyahkan, kini menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi, dengan potensi hilangnya 100 juta dolar donasi politik dan penundaan penjualan utang 5 miliar dolar untuk xAI miliknya. Para analis melihat ini sebagai contoh “kekerasan” politik sayap kanan, di mana ego pribadi bisa merusak agenda nasional.
Sidang Mahkamah Agung: Ujian Batas Kekuasaan Presiden atas Tarif
Pada 5 November 2025, Mahkamah Agung AS menggelar sidang lisan yang intens atas keabsahan kebijakan tarif Trump, yang memungkinkan presiden melewati Kongres dengan mengklaim alasan keamanan nasional melalui International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) tahun 1977. Kebijakan ini, yang diumumkan sebagai “Liberation Day” pada April 2025, memberlakukan tarif minimum 10% pada hampir semua impor global, dengan tarif hingga 50% pada negara dan korporasi tertentu seperti Kanada, Meksiko, dan China. Trump membenarkannya dengan mendeklarasikan empat keadaan darurat nasional, mengklaim bahwa defisit perdagangan mengancam keamanan AS.Hakim-hakim dari kedua kubu—konservatif dan liberal—menunjukkan skeptisisme tajam terhadap interpretasi pemerintah. Hakim konservatif Neil Gorsuch mempertanyakan apakah kekuasaan ini bisa mencakup deklarasi perang, yang secara konstitusional menjadi wewenang Kongres, sementara Hakim Amy Coney Barrett menyoroti kesulitan Kongres untuk membatasi presiden tanpa mayoritas dua pertiga untuk mengesampingkan veto. Hakim Brett Kavanaugh menggunakan analogi roti panggang untuk mengilustrasikan absurditas: mengapa undang-undang memberi presiden kekuasaan menutup perdagangan sepenuhnya tapi tidak untuk tarif ringan seperti 1%? Hakim liberal Ketanji Brown Jackson menekankan bahwa IEEPA dirancang untuk membatasi kekuasaan darurat presiden, bukan memperluasnya ke pajak impor yang merupakan inti kekuasaan Kongres.
Pemerintah, melalui Solicitor General D. John Sauer, berargumen bahwa “regulasi” impor di IEEPA mencakup tarif, dan pengadilan harus menghormati penilaian keamanan nasional presiden, dengan darurat yang berakhir dalam setahun dan laporan ke Kongres. Namun, pengkritik menunjukkan bahwa ini adalah penggunaan IEEPA pertama untuk tarif dalam 50 tahun sejarahnya, melanggar doktrin pertanyaan utama (major questions doctrine) yang mengharuskan Kongres memberikan mandat eksplisit untuk kebijakan transformasional. Pengadilan perdagangan internasional sebelumnya memutuskan bahwa interpretasi ini akan membuat undang-undang tersebut sebagai delegasi inkonstitusional kekuasaan tarif Kongres.
Taruhan sangat tinggi: Jika Mahkamah Agung membatalkan, banyak tarif 2025 bisa dibatalkan, memengaruhi arsitektur perdagangan AS yang luas dan memaksa Trump menggunakan undang-undang lain seperti Trade Act 1974 untuk kuota impor atau tarif hingga 15% atas defisit perdagangan. Ini bisa memicu guncangan ekonomi global, termasuk kenaikan harga barang impor dan ketegangan diplomatik, sambil memperkuat doktrin konservatif yang membatasi kekuasaan eksekutif. Pengadilan diminta memutuskan secara cepat, tapi keputusan akhir bisa memakan waktu berbulan-bulan, menambah ketidakpastian di tengah pemadaman pemerintah.
Secara keseluruhan, kejadian-kejadian ini menggambarkan administrasi Trump yang penuh turbulensi: dari perebutan kekuasaan internal hingga ujian konstitusional yang lebih besar. Jika feud Musk berlanjut dan Mahkamah Agung membatasi tarif, agenda domestik Trump bisa terhambat serius, memengaruhi pemulihan ekonomi pasca-pemadaman dan posisi AS di panggung global.
AI: Grok



Post Comment