Zohran Mamdani sebagai Wali Kota New York
Pemilihan wali kota New York pada 4 November 2025 menjadi momen bersejarah ketika Zohran Mamdani, seorang aktivis progresif berusia 34 tahun yang berlatar belakang Muslim dan keturunan Asia Selatan, memenangkan kontes tersebut dengan margin yang meyakinkan. Kemenangannya bukan hanya menandai generasi baru kepemimpinan di kota terbesar Amerika Serikat, tetapi juga merepresentasikan gelombang perubahan sosial yang lebih luas, di mana isu-isu seperti keterjangkauan hidup dan keadilan ekonomi berhasil memobilisasi pemilih muda serta komunitas minoritas yang selama ini merasa terpinggirkan.
Latar Belakang dan Perjalanan Kampanye Mamdani
Zohran Mamdani lahir di Uganda dari keluarga Muslim Asia Selatan dan pindah ke Amerika Serikat saat berusia tujuh tahun. Dibesarkan di lingkungan akademis—ayahnya adalah profesor di Universitas Columbia dan ibunya seorang pembuat film terdidik dari Harvard—ia awalnya dikenal sebagai koordinator perumahan yang membantu keluarga berpenghasilan rendah. Sebelum terjun ke politik, Mamdani sempat mengeksplorasi dunia seni melalui musik rap, yang mencerminkan akarnya yang kreatif dan dekat dengan budaya jalanan New York. Pada 2020, ia terpilih sebagai anggota Majelis Negara Bagian New York mewakili distrik di Queens, di mana ia cepat membangun reputasi sebagai pembela isu progresif seperti hak buruh dan akses perumahan.
Kampanyenya untuk jabatan wali kota dimulai sebagai usaha underdog pada akhir 2024, ketika ia masih dianggap sebagai figur yang relatif tidak dikenal di luar lingkaran progresif. Namun, pesannya yang berfokus pada keterjangkauan—seperti menurunkan biaya sewa, meningkatkan upah minimum, dan mereformasi sistem izin pedagang kaki lima yang membebani pekerja imigran—resonansi kuat dengan jutaan warga New York yang berjuang di tengah inflasi dan ketidaksetaraan. Ia membangun koalisi beragam yang mencakup pemilih muda, komunitas imigran, dan kelompok pekerja kelas menengah bawah, dengan dukungan dari tokoh progresif nasional seperti Bernie Sanders. Strategi kampanyenya melibatkan kunjungan langsung ke jalanan, di mana ia mendengarkan keluhan sehari-hari, seperti harga makanan jalanan yang melonjak akibat regulasi birokratis, yang membuatnya terlihat autentik dan relatable.
Hasil Pemilu dan Signifikansi Historis
Dalam pemilu umum, Mamdani mengalahkan mantan Gubernur New York Andrew Cuomo, yang maju sebagai kandidat independen setelah kalah di primary Demokrat, serta Curtis Sliwa dari Partai Republik. Dengan lebih dari 50 persen suara, ia meraih kemenangan telak dengan selisih sekitar 9 poin dari Cuomo, sementara Sliwa tertinggal jauh. Partisipasi pemilih mencapai rekor lebih dari 2 juta orang—tinggi terbesar sejak 1969—didominasi oleh pemungutan suara awal yang mencapai 65 persen dari total 2021, terutama didorong oleh pemilih di bawah usia 35 tahun. Kemenangan ini membuat Mamdani menjadi wali kota Muslim pertama, wali kota Asia Selatan pertama, dan yang termuda dalam lebih dari seratus tahun, melanjutkan warisan progresif seperti Fiorello LaGuardia yang berjanji agenda ambisius untuk mengatasi biaya hidup.
Secara lebih luas, hasil ini menjadi sinyal kemenangan bagi sayap kiri Partai Demokrat, yang sering dikritik sebagai terlalu radikal. Di malam yang sama, Demokrat juga menang di beberapa perlombaan kunci lainnya, seperti pemilihan gubernur di Virginia dan New Jersey, menunjukkan momentum progresif di tengah dominasi nasional Partai Republik. Namun, bagi Republikan, kemenangan Mamdani menjadi amunisi untuk menggambarkan Demokrat sebagai partai yang semakin condong ke kiri, terutama dengan dukungan vokal dari Presiden Donald Trump yang mengancam memotong dana federal ke New York jika Mamdani terpilih.
Reaksi dan Dampak Politik
Reaksi terhadap kemenangan Mamdani beragam dan polarisasi. Di kalangan pendukungnya, euforia meledak di pesta kemenangan di Brooklyn Paramount, di mana kerumunan beragam—termasuk orang kulit hitam, putih, dan Latin, serta komunitas LGBTQ+—merayakan sebagai kemenangan atas dinasti politik lama dan pengaruh donor kaya. Gubernur New York Kathy Hochul dan pemimpin mayoritas Senat Chuck Schumer menyambut baik, menjanjikan kolaborasi untuk membuat kota lebih terjangkau. Bahkan walikota London mengirim ucapan selamat, menyoroti dimensi internasional dari kemenangan seorang Muslim progresif.
Di sisi lain, kritik tajam datang dari konservatif. Trump merespons dengan pernyataan singkat yang menyiratkan awal dari era “kekacauan,” sementara tokoh seperti Speaker DPR Mike Johnson menyebutnya sebagai bukti transformasi Demokrat menjadi partai sosialis radikal. Beberapa selebriti seperti 50 Cent bahkan menyatakan kekhawatiran bahwa New York “sudah mati” di bawah kepemimpinan sosialis. Kritikus moderat dalam Partai Demokrat khawatir bahwa posisi Mamdani yang progresif—termasuk dukungannya terhadap Palestina dan reformasi polisi—bisa merugikan partai di pemilu paruh waktu 2026, terutama di distrik-distrik swing.
Secara sosial, kemenangan ini menjadi tonggak bagi komunitas Muslim Amerika, yang sering menghadapi stereotip negatif. Mamdani sendiri menekankan bahwa era di mana Islamofobia bisa dimanfaatkan untuk menang pemilu telah berakhir, meskipun kampanyenya menghadapi serangan pribadi yang menuduhnya anti-Semit atau terlalu radikal—tuduhan yang ia tolak sebagai bentuk diskriminasi.
Tantangan ke Depan dan Visi Masa Depan
Sebagai wali kota yang akan dilantik pada 1 Januari 2026, Mamdani menghadapi tugas berat di kota dengan 8,5 juta penduduk yang dilanda kemiskinan ekstrem memengaruhi lebih dari 750.000 orang. Agendanya mencakup “perbaikan tanpa henti” melalui kebijakan seperti pajak atas orang kaya untuk mendanai perumahan murah, perluasan transportasi umum, dan perlindungan bagi pekerja imigran. Namun, ia harus menavigasi hubungan dengan administrasi Trump yang bermusuhan, meyakinkan legislatif negara bagian untuk persetujuan anggaran, dan menghadapi potensi eksodus pengusaha jika pajak naik.
Kemenangan Mamdani juga mencerminkan dinamika lebih besar di Amerika: permintaan akan perubahan sistemik di tengah ketidaksetaraan yang mencolok, di mana kota seperti New York menjadi laboratorium bagi ide-ide progresif. Apakah ia bisa mewujudkan janji-janji tersebut akan menentukan tidak hanya nasib New York, tetapi juga arah Partai Demokrat menjelang 2026. Bagi banyak pengamat, peristiwa ini menandai fajar baru bagi umat manusia di kota yang tak pernah tidur, di mana pekerja kelas menengah bawah akhirnya memiliki suara yang lebih lantang.
Sumber: CNN, CNBC, Politico, ABC News, The Guardian
AI: Grok
Gambar: Instagram



Post Comment