CUPANG RAKSASA

CUPANG RAKSASA

Oleh: Rifki Syarani Fachry

Dari sebuah bulat sempurna; purnama mencapai separuh yang terbelah, lalu menjadi sabit arit, kemudian semakin lancip dan gelap, hampir lenyap. Ya, ini permulaan yang tepat untuk menceritakan kisahku, kisah yang aku sendiri tak pernah yakin apakah ini nyata atau hanya sebuah mimpi.

Aku tinggal bersama seekor cupang, oh bukan, bukan seekor, tepatnya dua ekor cupang, satu berwarna kuning jenis halfmoon, aku letakan di akurium persegi panjang dengan lebar kurang lebih 6cm dan panjang 13cm, dan yang satu lagi berwarna merah jenis bagan, aku letakan di akurium lebih besar beberapa cm dari cupang yang kuning,.

Itu aku lakukan sebab cupang merah lebih dulu aku pelihara ketimbang cupang kuning. Perlakuannya pun sedikit berbeda, itu bukan berarti aku jauh lebih sayang cupang merah dari pada cupang kuning. Cupang merah memiliki jatah makan dua kali sehari yaitu pagi hari dan malam, sedangkan cupang kuning hanya pagi saja. aku punya alasan kuat mengapa cupang merah harus aku perlakukan berbeda, sebab aku yakin cupang merah adalah jenis cupang yang lebih sengsara saat di alam aslinya ketimbang cupang yang kuning, cupang kuning terbiasa dengan gaya hidup sehat, makan satu kali dalam sehari diklaim sebagai pola hidup yang baik untuk seeekor ikan cupang.

Life style itu pun berkembang dalam kehidupan manusia, manusia kota cenderung mengkonsumsi makanan berat seperti nasi pada pagi hari saja, kegiatan ini biasanya lebih sering dilakukan perempuan modern, sengaja untuk menjaga bentuk tubuh agar terlihat indah dan sisanya hanya makan camilan-camilan ringan. Berbeda dengan cupang merah, ia biasa hidup di alam bebas dengan kondisi sungai yang bisa kita ibaratkan memiliki kesibukan sama seperti dermaga bagi manusia, kehidupannya jelas tidak jauh dari kegiatan angkut, mengankut barang, dapat ditarik kesimpulan dalam hal ini cupang merah adalah jenis cupang kuli, ini alasan kenapa ia harus makan dua kali dalam sehari, sebab dikehidupan aslinya ia terbiasa melakukan itu, istilah porsi kuli dalam takaran makanan tidak hanya berlaku untuk manusia dengan kebiasaan makan selalu dobel, hal ini pula terjadi dalam dunia ikan, khususnya cupang.

Pada sebuah malam, pada jam biasa aku memberi makan cupang merah, ponselku berdering, sebuah panggilan dari nomor asing sampai ke ponselku, dengan bingung aku angkat.

“Hallo?”  kebiasaan burukku adalah tidak pernah menyimpan nomor-nomor teman, sehingga untuk beberapa kejadian seperti mendadak mendapat sebuah panggilan telpon aku selalu kebingungan dari siapa telpon itu. “Siapa ya?” balasku.

“Ini dari FBI, anda tinggal di Cibiru? Tolong segera lihat ke langit di luar rumahmu. Ini penting, sebuah bulan akan lenyap. Tolong cepat intruksikan, sebelum segala sesuatunya makin gelap. Ohh ahha ahha ahha Tolong cepat intruksikan, sebelum segala sesuatunya makin gelap!” ngeflow, cepat dan jelas sekali perkataan seseorang yang mengaku agen FBI di telpon itu, aku sendiri jujur ragu dengan pengakuannya sebagai salah satu anggota agen paling rahasia di dunia, yang jelas dari kecepatan dan ketepatan pelafalan katanya serta intonasi yang jelas, sepertinya penelpon ini lebih tepat disebut seorang rapper dari pada seorang agen FBI yang menelpon, atau bisa jadi ia adalah agen FBI yang juga seorang rapper, keren.

“Iya saya tinggal di Cibiru, ada apa ya? Bulan? Intruksi? Maaf itu membingungkan sekali bagi saya, lagian dari mana anda dapat no ponsel saya? Mungkin salah sambung” jawabku dengan kebingungan.

“Maaf, telah membuatmu bertanya. Sekarang keluar rumahlah, lakukan saja. Berjalanlah keluar, lihat langit diluar. Sebuah bulan kan lenyap. Yo, kita yang tamat!” bentak seorang rapper agen FBI atau agen FBI rapper padaku.

“Baiklah, baiklah, tunggu sebentar” aku taruh cacing kering pakan cupangku di samping akuariumnya, bergegaslah aku menggambil kunci di dalam laci meja kerja, di dekat cermin berhias dengan tangan kiri, berjalan aku ke arah pintu keluar rumah, membuka pintu dengan keadaan telpon tersambung di gengaman tangan kanakku. Mengejutkan sekali ternyata benar adanya apa yang sedang terjadi di langit luar rumahku, sebuah bulan akan lenyap ditelan seekor ikan cupang raksasa bersisik orange cerah mengambang di langit Cibiru, mengembangkan sisik ingsangnya, tengah dikepung dan disoroti lampu dari puluhan helipokter besar dengan bendera amerika serikat.

“Hallo? Hallo? Dr. ahli cupang apa kau mendengar kami? Cepat instruksikan sebelum kita semua mati!”

Sebutan yang menggelikan, apakah dengan alasan bahwa aku memelihara dua cupang dirumahku itu memberi pernyataan tegas secara keahlian bahwa aku memiliki kapabilitas menjadi seorang pakar cupang. Dr. cupang yang secara profesi dituntut harus memiliki kompetensi berbahas cupang dengan baik, mampu memahami perasaan dan cepat tanggap menanggulangi persoalan-persoalan berkenaan pemenuhan hak-hak dasar cupang. Kompetensi yang jauh sangat berat harus aku sandang, mungkin FBI silap saat mereka memutuskan untuk menelpon saya, apa mereka benar-benar salah sambung, tapi rasanya jika ini sebuah panggilan salah sambung yang kebetulan, mungkin tidak akan banyak hal yang cocok, seperti informasi bahwa aku tinggal di Cibiru.

“Ya, aku mendengar” jawabku singkat

“L-A-L-U, apa saran anda? Kami tidak tahu, bagaimana anda?” tanya mereka dengan antusias menunggu jawabanku, sebuah intruksi yang mereka anggap penting.

“Emhhh..” aku berpikir. “Yang telah kalian persiapkan apa?” tanyaku

“Peluru misil, granat, peledak. Dari cacing kering, Boommmm dan meledak” jawab agen FBI dalam telpon.

“Bagus, untuk mengalahkan seekor cupang yang lapar kita hanya butuh cacing kering. Sekarang terbanglah lebih tinggi, dalam hitungan mundur, lepaskan tembak peluru, granat dan peledak dari cacing kering itu” perintahku padanya.

“Siap Dr. komandan ahli cupang. Kita siap melawan, kita siap perang” ujar Agen FBI dalam telponnya.  

Seluruh helipokter terbang lebih tinggi, cupang rakasa dengan keadaan sisik ingsang yang masih mengembang, menggipaskan sirip buntutnya sehingga menciptakan gelombang angin tornado yang kuat, menerjang beberapa helikopter hingga terjatuh dan meledak. Telpon di ponselku mati. “Tut, tut, tut, tut”  berarti salah satu dari mereka yang jatuh adalah ia agen yang menelponku, semoga engkau diterima di sisinya agen FBI rapper, amin.

Belasan helikopter yang berhasil menghindar dari gelombang angina tornado terbang tinggi melepaskan jutaan tembak peluru, granat dan peledak cacing kering diangkasa, seketika udara diluar beraroma asin teri, hujan ledakan cacing kering terlihat seperti ledakan kembang api, berwarna-warni, membuat keadaan semakin sengit dan meriah. Si cupang raksasa yang malah semakin terlihat menjadi brutal, mulai menyerang satu demi satu helikopter berbendera amerika serikat itu dan memakannya, mengunyahnya lahap.

Pasukan helikopter telah kalah telak oleh si cupang raksasa, aku yang berdiri diluar memandang langit semakin gelisah, sementara si cupang raksasa yang terlihat masih kelaparan mulai mendekatkan kepalanya ke bulan, mengincarnya seperti hendak akan menelannya bulat-bulat.

Aku berteriak dari bawah seperti orang gila, berusaha menghalau si cupang raksasa yang kelaparan agar tidak hendak memakan bulan.

“Jangan, jangan kau makan, aku mohon jangan!” keras sekali aku berteriak.

Namun si cupang yang sudah terlampau kalap dan keparan telah berhasil menelan bulan dalam satu hitungan, kini perut si cupang raksasa telah buncit dan membulat. Perutnya semakn besar, semakin besar dan terus menerus semakin besar serta membuncit seperti hendak akan pecah. Aku menutup mataku dan seketika. “Booooom” ledakan dahsyat di langit Cibiru telah membuat si cupang raksasa hancur berkeping-keping, langit gelap, bulan lenyap, dan sisa gema ledakan membuat malam benar-benar padam.

Post Comment