Praktik Penerbitan Non-Profit yang Anti-Kolonial dan Anti-Kapitalis: Studi Kasus Tilted Axis Press

Praktik Penerbitan Non-Profit yang Anti-Kolonial dan Anti-Kapitalis: Studi Kasus Tilted Axis Press

Penerbitan adalah salah satu industri yang sering kali terjebak dalam dinamika kapitalisme global, di mana keuntungan ekonomi menjadi tujuan utama. Namun, ada beberapa penerbit yang bergerak melawan arus ini dengan pendekatan anti-kapitalis dan anti-kolonial, salah satunya adalah Tilted Axis Press, penerbit non-profit yang didirikan oleh Deborah Smith pada tahun 2015. Smith, seorang penerjemah pemenang penghargaan internasional seperti Man Booker International Prize untuk karyanya dalam menerjemahkan karya Han Kang, mendirikan Tilted Axis dengan misi yang berbeda dari penerbit tradisional.

1. Tilted Axis Press dan Anti-Kolonialisme

Tilted Axis Press berfokus pada karya-karya sastra dari belahan dunia yang kurang terwakili dalam kancah penerbitan internasional, terutama dari Asia. Pendekatan anti-kolonialnya terlihat dalam misinya untuk:

  • Mengangkat suara-suara dari Global South: Tilted Axis memberi platform bagi penulis-penulis dari wilayah yang sering kali diabaikan dalam pasar sastra Barat. Ini merupakan langkah penting dalam menantang dominasi narasi-narasi dari negara-negara kolonial dan mendukung keragaman perspektif dalam dunia sastra.
  • Penerjemahan sebagai praktik anti-kolonial: Smith dan timnya di Tilted Axis memahami bahwa penerjemahan bukan hanya proses linguistik, tetapi juga politis. Dengan menerjemahkan karya dari bahasa-bahasa yang jarang terdengar di pasar internasional, mereka membantu memerangi apa yang disebut oleh akademisi sebagai “imperialisme linguistik,” di mana bahasa Inggris mendominasi percakapan global.

2. Non-Profit dan Anti-Kapitalisme dalam Penerbitan

Tilted Axis adalah contoh nyata penerbit non-profit yang menolak logika kapitalisme dalam dunia penerbitan. Beberapa ciri utama dari pendekatan ini adalah:

  • Fokus pada karya, bukan keuntungan: Tidak seperti penerbit-penerbit besar yang sering kali memilih karya berdasarkan potensi komersialnya, Tilted Axis memilih karya berdasarkan kualitas sastra dan kontribusinya terhadap dialog budaya global. Ini berarti mereka bersedia mengambil risiko menerbitkan karya-karya yang mungkin tidak laku di pasar arus utama, tetapi penting secara estetika dan politis.
  • Pembiayaan alternatif: Sebagai penerbit non-profit, Tilted Axis mengandalkan hibah, crowdfunding, dan dukungan dari pembaca untuk tetap beroperasi. Model ini menolak ketergantungan pada investor atau penjualan dalam skala besar yang seringkali mengurangi kebebasan editorial.
  • Upah adil bagi penulis dan penerjemah: Dalam dunia penerbitan kapitalis, penerjemah seringkali tidak dihargai secara proporsional terhadap kontribusinya. Tilted Axis memberikan perhatian khusus untuk memastikan bahwa penerjemah, terutama dari bahasa-bahasa minoritas, diberi kompensasi yang layak dan diakui sebagai bagian integral dari kesuksesan karya.

3. Perlawanan Terhadap Komodifikasi Sastra

Dalam konteks penerbitan global, karya sastra sering kali diperlakukan sebagai komoditas yang harus dijual dengan cepat dan dalam jumlah besar. Tilted Axis menentang pandangan ini dengan cara:

  • Menolak logika “bestseller”: Buku yang diterbitkan oleh Tilted Axis tidak diukur kesuksesannya berdasarkan angka penjualan semata. Sebaliknya, mereka menilai dampak kultural dan politik dari karya tersebut, termasuk kemampuannya untuk membuka dialog tentang identitas, kolonialisme, dan perlawanan.
  • Pentingnya waktu dan proses: Dalam sistem kapitalis, waktu adalah uang, dan penerbit sering kali terburu-buru untuk menerbitkan karya demi keuntungan. Tilted Axis mengedepankan proses yang lebih lambat dan reflektif, yang memungkinkan karya-karya tersebut matang dan diterjemahkan dengan hati-hati, serta dipromosikan tanpa tekanan komersial yang berlebihan.

4. Contoh Karya-Karya dan Dampaknya

Tilted Axis telah menerbitkan beberapa karya penting dari penulis-penulis Global South yang memperkaya dunia sastra dengan perspektif yang beragam. Misalnya “The Impossible Fairy Tale” karya Han Yujoo adalah contoh bagaimana Tilted Axis membantu memperkenalkan penulis-penulis berbakat dari Asia ke audiens global, sekaligus menantang narasi dominan yang berasal dari Barat.

Selain itu, penerjemahan Han Kang oleh Deborah Smith melalui Tilted Axis Press menjadi simbol penting bagaimana penerbit ini melawan sistem kapitalis yang berfokus pada produksi massal dan penyeragaman budaya. Melalui Tilted Axis, karya-karya tersebut disajikan kepada dunia dengan tetap menjaga integritas dan kompleksitas konteks budaya asalnya.

Penutup

Praktik penerbitan Tilted Axis Press menunjukkan bahwa penerbitan non-profit yang anti-kapitalis dan anti-kolonial adalah mungkin dan dapat berkembang. Dengan menempatkan sastra sebagai alat perlawanan kultural, penerbit ini berhasil memperluas cakrawala dunia sastra internasional dan membuka ruang bagi dialog yang lebih adil dan inklusif. Melalui pendekatan ini, Tilted Axis tidak hanya memproduksi buku, tetapi juga menyemai gagasan perlawanan terhadap sistem kolonial dan kapitalis yang selama ini mendominasi dunia penerbitan.

AI: ChatGPT

Post Comment