Lebaran 2025

Lebaran 2025

Gambar: dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan 

Sidang Isbat

Sidang Isbat diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) sebagai mekanisme resmi untuk menetapkan awal bulan hijriah, termasuk 1 Syawal. Sidang ini mengacu pada dua metode utama: hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal atau bulan sabit secara langsung). Proses ini melibatkan berbagai pihak, seperti perwakilan organisasi masyarakat Islam (ormas), ahli falak, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta tokoh-tokoh penting lainnya, termasuk perwakilan DPR RI dan duta besar negara sahabat.

Sidang Isbat untuk 1 Syawal 1446 H digelar pada tanggal 29 Ramadan 1446 H, yang bertepatan dengan 29 Maret 2025, di Auditorium H.M. Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jakarta Pusat. Sidang ini diadakan pada hari ke-29 Ramadan sebagaimana tradisi tahunan, sesuai dengan pernyataan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, yang dikutip dari situs resmi Kemenag pada 18 Maret 2025: “Sidang Isbat selalu digelar pada tanggal 29 Syakban untuk menetapkan awal Ramadan, 29 Ramadan untuk menetapkan awal Syawal, dan 29 Zulkaidah untuk menetapkan awal Zulhijjah.”

Sidang Isbat 1 Syawal 1446 H terdiri dari beberapa tahapan:

  1. Seminar Posisi Hilal: Dimulai pukul 16.30 WIB pada 29 Maret 2025, seminar ini memaparkan data hisab terkait posisi hilal menjelang 1 Syawal. Tim Hisab Rukyat Kemenag, yang diwakili oleh Cecep Nurwendaya, menyampaikan analisis astronomi mengenai konjungsi (ijtimak) dan ketinggian hilal.
  2. Pelaksanaan Sidang Isbat: Dilaksanakan secara tertutup sekitar pukul 18.45 WIB setelah seminar dan ibadah Maghrib. Sidang ini membahas hasil hisab dan laporan rukyat dari berbagai titik pengamatan di Indonesia.
  3. Konferensi Pers: Hasil sidang diumumkan secara resmi oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar sekitar pukul 19.05 WIB, disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kemenag dan media massa.

Pemantauan hilal dilakukan di 33 titik lokasi di seluruh Indonesia, kecuali Bali, karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan Hari Raya Nyepi (Tahun Baru Saka 1947). Hal ini merupakan wujud penghormatan terhadap umat Hindu, sebagaimana dijelaskan oleh Abu Rokhmad dalam keterangan pers pada 28 Maret 2025.

Berdasarkan perhitungan hisab, ijtimak (konjungsi antara Bulan dan Matahari) menjelang Syawal 1446 H terjadi pada Sabtu, 29 Maret 2025, pukul 17.57.58 WIB. Data astronomi menunjukkan bahwa saat Matahari terbenam pada hari tersebut, posisi hilal di Indonesia berada di bawah ufuk, dengan ketinggian berkisar antara -3,29 derajat di Merauke, Papua, hingga -1,07 derajat di Sabang, Aceh, dan sudut elongasi antara 1,06 derajat di Kebumen, Jawa Tengah, hingga 1,61 derajat di Oksibil, Papua (berdasarkan prediksi BMKG dan BRIN).

Kriteria Imkanur Rukyat yang ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) mensyaratkan tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat agar hilal dapat terlihat. Namun, pada 29 Maret 2025, posisi hilal di seluruh wilayah Indonesia tidak memenuhi kriteria tersebut. Hal ini diperkuat oleh laporan rukyat dari berbagai titik pengamatan yang menyatakan bahwa hilal tidak terlihat, wilayah NKRI tidak memenuhi kriteria awal bulan Kamariah MABIMS, sehingga 1 Syawal 1446 H bertepatan dengan 31 Maret 2025.

Setelah mempertimbangkan hasil hisab dan laporan rukyat, Sidang Isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 H jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025. Keputusan ini diumumkan dalam konferensi pers pada malam 29 Maret 2025. Nasaruddin Umar menyatakan: “Disepakati bahwa tanggal 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025 Masehi,” sebagaimana dilansir oleh berbagai media seperti Kompas.com dan Liputan6.com pada 29 Maret 2025 pukul 19.07 WIB dan 19.08 WIB.

Keputusan ini menunjukkan bahwa Ramadan 1446 H berlangsung selama 30 hari penuh, dimulai dari 1 Maret 2025 hingga 30 Maret 2025. Penetapan ini juga selaras dengan prediksi sebelumnya dari BMKG, BRIN, dan perhitungan Muhammadiyah, yang telah menetapkan 1 Syawal 1446 H pada 31 Maret 2025 berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal, sebagaimana tertuang dalam Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025.

Penetapan 1 Syawal 1446 H pada 31 Maret 2025 memiliki beberapa implikasi penting:

  1. Keserentakan Perayaan: Keputusan ini berpotensi menyatukan perayaan Idul Fitri antara pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah, yang sering kali berbeda karena perbedaan metode penetapan. Menteri Agama Nasaruddin Umar sebelumnya menyatakan optimismenya pada 10 Maret 2025: “Insyaallah Idul Fitrinya juga diharapkan sama,” mengacu pada posisi hilal yang tidak memenuhi syarat pada 29 Maret.
  2. Landasan Hukum: Sidang Isbat ini sesuai dengan Pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, serta Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004, yang menetapkan bahwa penentuan awal bulan hijriah dilakukan oleh pemerintah dan berlaku nasional.
  3. Persiapan Masyarakat: Hasil ini memberikan kepastian bagi umat Islam di Indonesia untuk mempersiapkan Hari Raya Idul Fitri, termasuk mudik, shalat Id, dan kegiatan sosial lainnya.

Puncak Arus Mudik Lebaran 2025

Puncak arus mudik Lebaran 2025 diperkirakan terjadi hari ini, Senin, 31 Maret 2025, yang bertepatan dengan H-1 Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Jutaan pemudik dari berbagai daerah di Indonesia, terutama dari wilayah Jabodetabek, memadati jalur darat, laut, dan udara untuk pulang ke kampung halaman. Kementerian Perhubungan mencatat bahwa lebih dari 146,48 juta orang atau sekitar 52% dari total populasi Indonesia melakukan perjalanan mudik tahun ini, menjadikannya salah satu periode dengan mobilitas terbesar di Tanah Air.

Jalur Darat: Tol Trans-Jawa dan Pelabuhan Merak Jadi Titik Krusial Laporan dari PT Jasa Marga menunjukkan bahwa lonjakan kendaraan di jalan tol mulai terjadi sejak Jumat, 28 Maret 2025, dengan lebih dari 232.401 unit keluar dari Jakarta, mengalami peningkatan sekitar 50% dibandingkan lalu lintas normal. Hingga pagi ini, kepadatan masih terjadi di beberapa titik, seperti Gerbang Tol Cikampek Utama dan ruas Tol Jakarta-Cikampek KM 47 hingga KM 70. Untuk mengatasi kemacetan, Korps Lalu Lintas Polri menerapkan rekayasa lalu lintas berupa contraflow dan sistem one way nasional, yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Lebih dari 1,2 juta kendaraan tercatat telah meninggalkan Jakarta hingga H-1 Lebaran.

Di Pelabuhan Merak, antrean kendaraan roda empat dan sepeda motor terlihat sejak dini hari. PT ASDP Indonesia Ferry mencatat lebih dari 27.000 penumpang dan 6.000 kendaraan menyeberang ke Bakauheni, Lampung, pada malam sebelumnya. Untuk mengantisipasi lonjakan pemudik, tambahan jadwal kapal dan percepatan proses boarding diterapkan guna memperlancar arus perjalanan.

Jalur Laut: Pelni Catat Rekor Penumpang PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) melaporkan bahwa puncak arus mudik melalui jalur laut terjadi lebih awal, pada 26 Maret 2025, dengan total 27.557 penumpang dalam sehari. Hingga saat ini, lebih dari 250.000 orang telah menggunakan kapal Pelni sejak 16 Maret, dengan Pelabuhan Makassar, Balikpapan, dan Batam menjadi titik keberangkatan tersibuk. Dengan strategi yang telah disiapkan, Pelni berupaya memastikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi para pemudik.

Jalur Udara: Bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai Diserbu Di sektor udara, PT Angkasa Pura II mencatat bahwa puncak arus mudik melalui Bandara Soekarno-Hatta terjadi pada 28-29 Maret 2025, dengan pergerakan penumpang mencapai lebih dari 200.000 orang per hari, mengalami peningkatan sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Hingga hari ini, aktivitas di bandara tetap tinggi, dengan destinasi favorit seperti Surabaya, Medan, dan Denpasar. Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali juga mengalami lonjakan penumpang domestik, meskipun sempat terhambat oleh perayaan Hari Raya Nyepi pada 29 Maret.

Antisipasi Pemerintah dan Imbauan kepada Pemudik Pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Polri, TNI, dan operator transportasi, untuk memastikan kelancaran arus mudik. Puncak mudik diperkirakan berlangsung hingga hari ini, sedangkan arus balik diprediksi mencapai puncaknya pada 6-7 April 2025. Masyarakat diimbau untuk mematuhi aturan lalu lintas serta menjaga kondisi fisik selama perjalanan.

Operasi Ketupat 2025 yang melibatkan 164.298 personel gabungan telah diterapkan sejak 26 Maret dan akan berlangsung hingga 8 April. Sebanyak 2.835 posko pengamanan dan pelayanan disiagakan di berbagai titik strategis untuk mendukung keamanan dan kenyamanan pemudik. Layanan hotline 110 juga tersedia selama 24 jam untuk membantu pemudik yang mengalami kendala selama perjalanan.

Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan terkait potensi cuaca ekstrem yang dapat mengganggu perjalanan mudik. Hujan lebat di Jawa Tengah serta potensi banjir rob di Pantai Utara Jawa menjadi tantangan tersendiri bagi pemudik. Informasi terkini mengenai cuaca dapat diakses melalui aplikasi InfoBMKG agar masyarakat dapat menyesuaikan rencana perjalanan mereka.

Dengan suasana Lebaran yang semakin terasa, diharapkan seluruh pemudik dapat sampai ke tujuan dengan selamat untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga. Pemerintah terus melakukan pemantauan guna memastikan kelancaran perjalanan selama periode mudik tahun ini.

Penurunan Jumlah Pemudik Lebaran 2025

Tradisi mudik Lebaran yang biasanya ramai dengan pergerakan jutaan orang menuju kampung halaman tampaknya akan berbeda pada tahun ini. Berdasarkan proyeksi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan hanya mencapai 146,48 juta orang, turun signifikan sebesar 24% dibandingkan tahun lalu yang mencatat 193,6 juta pemudik. Penurunan ini menjadi sorotan karena bertentangan dengan tren historis yang selalu menunjukkan kenaikan jumlah pemudik setiap tahun, kecuali pada masa pandemi COVID-19 di 2020-2021.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Budi Rahardjo, membenarkan data ini dalam keterangannya pada Sabtu (22/3/2025). “Besaran potensi pergerakan masyarakat saat mudik Lebaran tahun ini memang mengalami penurunan dibanding tahun lalu,” ujarnya. Survei yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub bersama akademisi pada pertengahan Februari 2025 menunjukkan bahwa hanya 52% dari total penduduk Indonesia yang diperkirakan akan mudik, jauh lebih rendah dari 71,7% pada Lebaran 2024.

Meskipun survei Kemenhub tidak secara spesifik menggali penyebab penurunan ini, berbagai pihak menilai faktor ekonomi menjadi alasan utama. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, menyebutkan beberapa pemicu, termasuk melemahnya daya beli masyarakat, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), dan jarak waktu yang dekat antara libur Natal-Tahun Baru (Nataru) 2024 dengan Lebaran 2025. “Banyak masyarakat yang sudah bepergian saat Nataru memilih untuk tidak mudik lagi demi menghemat pengeluaran,” ungkap Sarman dalam keterangannya pada 18 Maret 2025.

Data ekonomi mendukung analisis ini. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Bank Indonesia pada Februari 2025 turun menjadi 126,4 dari 127,2 pada Januari, menunjukkan sikap konsumen yang lebih berhati-hati dalam berbelanja. Selain itu, deflasi yang terjadi sejak awal tahun—minus 0,76% pada Januari dan minus 0,48% pada Februari—meskipun dianggap pemerintah sebagai keberhasilan pengendalian harga, justru diinterpretasikan oleh ekonom sebagai tanda lemahnya konsumsi masyarakat. Gelombang PHK juga memperparah situasi, dengan Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 3.325 orang kehilangan pekerjaan per Januari 2025.

Penurunan jumlah pemudik ini berdampak langsung pada perputaran uang selama Lebaran. Kadin Indonesia memprediksi perputaran uang pada Lebaran 2025 hanya mencapai Rp137,97 triliun, turun 12,28% dari Rp157,3 triliun pada 2024. “Jika diasumsikan setiap pemudik menghabiskan Rp2 juta hingga Rp5 juta, berkurangnya 47,12 juta pemudik berarti potensi kontraksi peredaran uang bisa mencapai Rp93 triliun hingga Rp232 triliun,” jelas Sarman. Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah, yang biasanya bergantung pada momen Lebaran untuk meningkatkan penjualan, diperkirakan akan paling terpukul.

Bank Indonesia (BI) sendiri telah menyiapkan Rp180,9 triliun uang layak edar (ULE) untuk kebutuhan Ramadan dan Idul Fitri 2025. Namun, hingga 17 Maret, realisasi penukaran uang baru hanya mencapai Rp67,1 triliun atau 37% dari total yang disediakan. Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, menyatakan bahwa puncak penukaran uang biasanya terjadi setelah pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) pada minggu keempat Ramadan. “Kami optimistis kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi,” ujarnya pada 19 Maret.

Pemerintah telah mencoba mengantisipasi dampak ini dengan berbagai kebijakan, seperti diskon tiket transportasi, pencairan THR lebih awal, dan pemberlakuan work from anywhere (WFA) untuk mengurai kepadatan arus mudik. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat meninjau Pelabuhan Merak pada 28 Maret, menyebut bahwa kebijakan diskon tiket kapal dan WFA berhasil membatasi kepadatan. Namun, data dari PT Jasa Marga menunjukkan bahwa meskipun pergerakan kendaraan di Tol Trans-Jawa meningkat 37,5% pada H-10 hingga H-7 (21-24 Maret) dibandingkan tahun lalu, volume total kendaraan tetap lebih rendah dari puncak mudik 2024.

Di sisi lain, program mudik gratis yang diselenggarakan oleh Kemenhub, BUMN, dan pemerintah daerah masih menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat. Namun, menurut Operator Pelaksana Terminal Cileungsi, Rudi Ardani, jumlah pemudik yang menggunakan bus dari terminal tersebut turun karena banyak yang beralih ke program mudik gratis, memperkuat indikasi pergeseran pola perjalanan akibat tekanan ekonomi.

Penurunan jumlah pemudik ini menjadi sinyal bagi perekonomian nasional. Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut fenomena ini sebagai “tanda pelemahan dinamika ekonomi.” Ia memperingatkan bahwa tanpa stimulus yang lebih agresif, konsumsi rumah tangga—penggerak utama perekonomian Indonesia—berisiko terus tertekan pasca-Lebaran, terutama dengan masuknya tahun ajaran baru yang membutuhkan biaya tambahan.

Sementara itu, di tengah suasana Lebaran yang lebih sepi dari biasanya, masyarakat diimbau untuk tetap menjaga keselamatan dan memantau informasi cuaca dari BMKG, mengingat potensi hujan lebat masih mengintai di beberapa wilayah hingga akhir Maret. Lebaran 2025, yang jatuh pada 31 Maret berdasarkan Sidang Isbat Kemenag, tampaknya akan menjadi cerminan tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia di awal pemerintahan baru.

Sumber: Kompas, CNBC, Fajar, Kemenhub, Detik, CNN, Tirto

AI: ChatGPT, Grok

Post Comment