DPR Sahkan RUU KUHAP Jadi Undang-Undang

DPR Sahkan RUU KUHAP Jadi Undang-Undang

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025). Pengesahan ini menandai babak baru dalam reformasi sistem peradilan pidana Indonesia, menggantikan KUHAP lama yang telah berlaku sejak 1981 atau selama 44 tahun.Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani berlangsung di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan. Setelah mendengar laporan akhir dari Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, Puan meminta persetujuan seluruh fraksi. Seluruh anggota dewan yang hadir kompak menjawab “setuju”, diikuti ketukan palu sebagai tanda pengesahan resmi. Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mewakili pemerintah menyatakan dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto.

UU KUHAP baru ini akan mulai berlaku secara efektif pada 2 Januari 2026, bersamaan dengan pemberlakuan UU KUHP Nasional (UU Nomor 1 Tahun 2023) yang telah disahkan sebelumnya. Tujuannya adalah menyinkronkan hukum materiil (KUHP) dengan hukum formil (KUHAP) untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih modern, adil, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.

14 Substansi Utama Pembaruan KUHAPPanitia Kerja (Panja) Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati 14 poin krusial sebagai kerangka pembaruan, antara lain:

  1. Penyesuaian dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, termasuk pengakuan bukti elektronik.
  2. Penekanan pada pendekatan keadilan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif sesuai KUHP baru.
  3. Penguatan bantuan hukum gratis bagi tersangka/terdakwa, terutama kelompok rentan seperti anak, perempuan hamil, disabilitas, dan lansia.
  4. Perjelasan syarat penangkapan dan penahanan yang lebih ketat dan objektif untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
  5. Larangan penyiksaan dan perlindungan hak tersangka selama proses penyidikan.
  6. Penguatan peran advokat sebagai pendamping sejak tahap awal penyidikan.
  7. Perlindungan hak korban dan saksi, termasuk kompensasi, restitusi, serta rehabilitasi.
  8. Penguatan mekanisme praperadilan untuk menguji keabsahan penangkapan, penahanan, atau penyitaan.
  9. Pengaturan khusus pidana terhadap korporasi sebagai subjek hukum.
  10. Diversi dan keadilan restoratif untuk kasus ringan, terutama melibatkan anak atau konflik sosial.
  11. Pengaturan penyadapan yang akan dirinci dalam UU tersendiri untuk menjaga privasi.
  12. Peningkatan akuntabilitas aparat penegak hukum melalui pengawasan yang lebih ketat.
  13. Harmonisasi dengan lembaga khusus seperti KPK (diharapkan tidak mengurangi kewenangan).
  14. Penyesuaian proses peradilan dengan teknologi digital dan perlindungan data pribadi.

Pembaruan ini diharapkan menutup celah-celah di KUHAP lama yang sering dikritik karena terlalu memberikan kewenangan luas kepada penyidik tanpa pengawasan memadai.

Proses Pembahasan

Pembahasan RKUHAP dimulai sejak November 2024, dengan DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif pada Februari 2025. Komisi III mengklaim proses berlangsung lebih dari satu tahun, melibatkan ratusan masukan dari masyarakat, akademisi, dan praktisi hukum melalui rapat dengar pendapat di berbagai wilayah. Namun, pengesahan ini tetap menuai kontroversi karena dianggap tergesa-gesa di tahap akhir, terutama pembahasan Panja pada 12-13 November 2025 yang hanya berlangsung dua hari.

Respons Positif dan Kritik

Pihak pemerintah dan DPR menekankan UU ini progresif dan melindungi warga negara dari kesewenangan aparat. Kapolri dan KPK menyambut baik, dengan harapan meningkatkan profesionalitas penegakan hukum tanpa mengganggu kewenangan pemberantasan korupsi.

Di sisi lain, koalisi masyarakat sipil seperti YLBHI, ICW, KontraS, dan LBH mengkritik keras proses yang minim partisipasi bermakna, manipulatif, serta substansi yang masih membuka pintu penyalahgunaan wewenang. Beberapa pasal dianggap sebagai “pasal karet” yang berpotensi kriminalisasi kritik atau pembungkaman kebebasan berekspresi. Tagar #TolakRKUHAP sempat trending di media sosial, disertai aksi demonstrasi di depan Gedung DPR meski diguyur hujan deras. Puan Maharani menanggapi kritik dengan menyatakan masyarakat jangan termakan hoaks, karena substansi final sudah jauh lebih baik dan transparan.

Dengan disahkannya KUHAP baru, Indonesia memasuki era peradilan pidana yang lebih adaptif terhadap era digital dan nilai HAM universal. Namun, implementasinya akan menjadi ujian nyata: apakah benar-benar membawa keadilan hakiki atau justru menimbulkan masalah baru. Pemerintah diwajibkan segera menyosialisasikan dan menyiapkan peraturan turunan agar transisi berjalan lancar mulai Januari 2026.

Post Comment